Profil ISAC

ASSALAMU ALAIKUM WR WB.
BLOG INI DICIPTAKAN OLEH PARA PENGGEMAR FALAK KOTA BATU ( CIKAL BAKAL ISAC-ISLAMIC ASTRO CLUB - BATU ) .
TERBUKA BAGI SIAPA SAJA ATAU SEMUA MUHASIB FALAKIYAH YANG INGIN BERDAKWAK DAN MENJADI KONTRIBUTOR POSTING.
SYARAT MENJADI KONTRIBUTOR POSTING :
1. AGAMIS
2. TIDAK MEMECAH BELAH UMAT
3. TIDAK PROVOKATIF TERDAHAP KELOMPOK DAN ORGANISASI LAIN
4. BUKAN UNGKAPAN KEBENCIAN TERHADAP KELOMPOK ATAU ORGANISASI LAIN

Kamis, 20 Januari 2011

HISAB ARAH KIBLAT DAN APLIKASINYA

Oleh : Saiful Hikmah, S.Ag

A. PENDAHULUAN

Secara bahasa, kata al-Qiblah (kiblat) berarti arah, yang dalam bahasa latin disebut azimut. Yang dimaksud dengan arah kiblat adalah Ka’bah

والقبلة فى اللغة : الجهاد والمراد هنا الكعبة

Artinya : Dan kiblat dalam bahasa Arab berarti arah, yang dimaksud di sini adalah Ka’bah (Muhammad al-Katib Asy-Syarbini)

Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, Kiblat diartikan sebagai bangunan Ka’bah atau arah yang dituju kaum muslimin dalam melaksanakan sebagian ibadah.

Salah satu ibadah yang sangat urgen yang wajib menghadap ke kiblat adalah shalat. Dalam Fiqh as-Sunnah disebutkan beberapa syarat shalat adalah :

1. Mengetahui tentang masuknya waktu

2. Suci dari hadats kecil dan besar

3. Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis

4. Menutup aurat

5. Menghadap kiblat

B. HUKUM MENGHADAP KIBLAT

Sebelum Rasulullah Saw hijrah ke Madinah, belum ada ketentuan Allah tentang kewajiban menghadap kiblat bagi orang yang sedang mengerjakan shalat. Rasulullah sendiri menurut ijtihadnya, dalam melaksanakan shalat selalu menghadap ke Baitul Maqdis. Hal ini dilakukan karena kedudukan Baitul Maqdis saat itu masih dianggap yang paling istimewa dan Baitullah masih dikotori oleh beratus-ratus berhala yang mengelilinginya.

Demikian pula setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, beliau shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis. Setelah 16 atau 17 bulan, dimana kerinduan beliau telah memuncak untuk menghadap ke Baitulah yang ketika itu sepenuhnya dikuasai oleh orang-orang kafir Makkah, maka turunlah firman Allah yang memerintahkan berpaling ke Masjidil Haram yang sangat dinanti-nantikan oleh Rasulullah Saw.

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فىِ السَّمَاءِ, فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا, فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ اْلمَسْجِدِ اْلحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهُ …

“Sesungguhnya Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan mukamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada palingkanlah mukamu kearahnya. …”. (QS. Al-Baqarah : 144).

Dalam surat al-Baqarah : 150, Allah juga berfirman :

وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ اْلمَسْجِدِ اْلحَرَامِ, وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهُ.

“Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkan mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya…”.

Pada hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim, Rasulullah Saw juga bersabda:

إذا قمت إلى الصلاة فأسبغ الوضوء ثم استقبل القبلة وكبر.

“Bila kamu hendak mengerjakan shalat, hendaklah menyempurnakan wudhu kemudian menghadap kiblat lalu takbir”.

Berdasarkan ayat al-Qur’an dan hadits Nabi SAW tersebut, para ulama sepakat bahwa orang yang mengerjakan shalat itu wajib menghadap kiblat.

GUGURNYA KEWAJIBAN MENGHADAP KE KIBLAT

Ibadah yang wajib menghadap kiblat antara lain : shalat wajib, shalat sunnah, shalat jenazah, sujud syukur dan sujud tilawah. Namun kewajiban menghadap kiblat itu menjadi gugur dalam hal-hal sebagai berikut:

1. Shalat sunat bagi orang yang berkendaraan

Dibolehkan bagi orang yang berkendaraan melakukan shalat sunat di atas kendaraannya, ruku’ dan sujud dengan isyarat kepala. Hendaknya sujudnya itu lebih rendah dari pada ruku’nya, sedang kiblatnya mengikuti arah kendaraan. Dari Amir bin Rabi’ah, katanya :

رأيت رسول الله ص م. على راحلته حيث توجهت به (رواه البخارى ومسلم)

“Saya melihat Rasulullah SAW shalat di atas kendaraan menuruti arah kendaraan itu” (HR. Bukhori dan Muslim). Imam Bukhori menambahkan memberi isyarat dengan kepala, tapi demikian itu tidak dilakukannya pada shalat-shalat fardlu.

2. Shalat bagi orang yang dipaksa, dalam keadaan sakit dan ketakutan.

Orang yang dalam ketakutan, dipaksa dan sakit, boleh shalat tanpa menghadap kiblat, bila mereka tak mampu untuk menghadapnya. Firman Allah :

فإن خفتم فرجالا او ركبانا.

“Jika kamu takut, maka boleh dalam keadaan jalan kaki atau berkendaraan” (QS. al-Baqarah: 239)

C. TATACARA MENGHADAP KIBLAT

Bagi orang yang melihat Ka’bah, wajib menghadap Ka’bah itu sungguh-sungguh (Ainul Ka’bah), bagi yang tinggal di kota Makkah, kiblatnya adalah Masjidil Haram, sedang bagi yang tingggalnya jauh dari Makkah, maka kiblatnya adalah menghadap ke arah kota Makkah. Sabda Nabi SAW :

“Ka’bah kiblat bagi ahli Masjidil Haram, Masjidil Haram kiblat bagi penduduk (ahli) Makkah, dan Makkah kiblat bagi penduduk dunia Timur dan Barat dari umatku”. (HR. Baihaqi).

Yang dimaksud dengan Ka’bah adalah bangunan Ka’bah beserta arah ke atas dan ke bawahnya.

D. UNSUR-UNSUR PENENTUAN ARAH / AZIMUT KIBLAT

Untuk menentukan besarnya azimut kiblat, maka unsur-unsur yang harus diketahui adalah:

1. Lintang Tempat/Urdhul Balad

Lintang tempat adalah Jarak suatu daerah/tempat diukur dari khatulistiwa ke tempat dimaksud (diukur ke Utara atau ke Selatan) dengan memakai ukuran derajat, menit dan detik

Khatulistiwa adalah lintang 0˚ (nol derajat), sedang titik kutub bumi (kutub selatan/kutub utara adalah lintang 90˚. Jadi nilai lintang berkisar antara 0˚ sampai 90˚, di sebelah selatan khatulistiwa disebut lintang selatan (LS) dan diberi tanda negatif (-), sedang di sebelah utara khatulistiwa disebut lintang utara (LU) dan diberi tanda positif (+).

2. Bujur Tempat/Thulul Balad

Bujur tempat adalah jarak dari tempat dimaksud ke Garis Bujur yang melalui kota Greenwich dekat London.

Kota Greenwich adalah Bujur 0˚ di sebelah timur kota Greenwich sampai 180˚ disebut bujur Timur (BT) dan diberi tanda positif (+), sedang di sebelah barat kota Greenwich sampai 180˚ disebut Bujur Barat (BB) dan diberi tanda negatif (-). 180˚ Bujur Timur berimpit dengan 180˚ Bujur Barat yang melalui Selat Bering dan Lautan Alaska. Garis Bujur 180˚ ini dijadikan pedoman pembuatan Garis Batas Tanggal Internasional (International Date Line).

3. Letak Geografis (Lintang dan Bujur Tempat) Ka’bah

Pada tahun 1972, Departemen Agama menugaskan H. Saadoeddin Djambek untuk melakukan penelitian pengembangan Hisab Rukyat dan Kehidupan Sosial di tanah Suci Makkah. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh beliau, diketahui bahwa letak geografis Ka’bah adalah 21˚ 25’ LU, dan 39˚ 50’ BT.

E. RUMUS ARAH / AZIMUT KIBLAT

Ada beberapa rumus untuk menghisab dan menentukan arah kiblat, antara lain menggunakan rumus Cosinus rumus Sinus sebagai berikut:

Keterangan:

Q = Arah Kiblat suatu tempat

a = 90˚ - Lintang Tempat

b = 90˚ - Lintang Ka’bah

C = Bujur tempat – Bujur Makkah

Contoh Perhitungan :

Hitunglah arah kiblat Kota Batu, jika diketahui:

Lintang Tempat (φ) = -7˚ 42’ LS

Bujur Tempat (λ) = 112˚ 32’ BT

a = 90˚ - (-7˚ 42’) = 97˚ 42’

b = 90˚ - 21˚ 25’ = 68˚ 35’

C = 112˚ 32’ - 39˚ 50’ = 72˚ 42’

Ket : Hasil tersebut merupakan hasil perhitungan dari barat ke utara. Jika akan menggunakan kompas, maka ditambah 270°, dan hasil tersebut merupakan arah kiblat. yang sebenarnya. (270° - 24° 10' 21.52" = 294° 10' 21.52")

F. TEKNIK PENGUKURAN ARAH KIBLAT

Apabila azimut kiblat sudah diketahui, maka untuk mendapatkan penunjuk arah kiblat yang riil perlu diaplikasikan dengan menggunakan teknik-teknik tertentu antara lain :

1. Menggunakan tongkat istiwa’

Tongkat istiwa’ adalah sebuah tongkat yang ditancapkan tegak lurus pada bidang terbuka. Kegunaan tongkat ini antara lain untuk menentukan arah mata angin, misalnya titik utara. Dengan diketahui titik utara dan diketahui pula azimut kiblat, maka tinggal menghitung mulai dari titik utara ke barat sebesar azimut kiblat suatu tempat (360° - 294° 10' 21.52" = 65° 49' 38.48"). Cara ini cukup mudah, murah dan hasilnya sangat akurat. Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut :

a. Tancapkan sebuah tongkat lurus pada sebuah pelataran datar. Misalnya panjang tongkat 30 cm, diameter 1 cm. Ukurlah dengan lot dan waterpas, sehingga pelataran betul-betul datar dan tongkat tegak lurus terhadap pelatran.

b. Buatlah sebuah lingkaran berjari-jari sekitar 20 cm pada pelataran tersebut yang berpusat pada pangkal tongkat.

c. Amati dengan teliti bayang-bayang tongkat beberapa jam sebelum tengah hari sampai sesudahnya. Semula tongkat akan mempunyai bayang-bayang panjang menunjuk ke arah barat. Semakin siang bayang-bayang semakin pendek lalu berubah arah sejak tengah hari. Kemudian semakin lama bayang-bayang akan semakin panjang lagi menunjuk ke arah timur. Dalam perjalanan seperti itu, ujung bayang-bayang tongkat akan menyentuh lingkaran dua kali pada dua tempat, yaitu sebelum tengah hari dan sesudahnya. Kedua sentuhan itu diberi tanda lalu hubungkan keduanya dengan garis lurus. Garis tersebut merupakan garis arah barat-timur secara tepat.

d. Setelah diketahui arah barat-timur, maka buatlah garis tegak lurus kearah utara-selatan. Setelah itu hitunglah/ukurlah dari titik utara ke barat sebesar azimut kiblat suatu tempat, berilah titik, garislah dari titik itu menuju pusat lingkaran. Garis itu menuju ke arah kiblat secara akurat.

2. Menggunakan segitiga siku

a. Setelah diketahui arah utara selatan yang sejati, maka buatlah garis sepanjang 100 cm (garis AB pada gambar dibawah).

b. Dari titik B, dibuat garis tegak lurus ke barat

c. Dengan menggunakan perhitungan geniometris, misalnya arah kiblat untuk kota Batu (65° 49' 38.48" = utara ke barat) = tangen 65° 49' 38.48" x 100 cm, maka akan diketahui panjang garis yang mengarah ke barat, yaitu 223 cm (garis BC)

d. Kemudian kedua ujung garis lurus yang slaing berpotongan tegak lurus itu, yaitu titik A dan titik C dihubungkan satu sama lain, menjadi garis AC. Garis AC inilah merupakan arah kiblat Kota Batu.



C















224 cm




65° 50'








A

B



3. Menggunakan busur

a. Setelah diketahui arah utara selatan yang sejati, maka letakkanlah busur searah dengan garis utara selatan tersebut.

b. Butalah garis lurus dari titik tengah garis busur ke arah 65° 49' 38.48" = utara ke barat

c. Maka garis tersebut merupakan arah kiblat untuk Kota Batu

4. Menggunakan kompas

Penunjuk arah oleh jarum kompas tidaklah selalu mengarah ke titik utara sejati (true north) pada suatu tempat. Hal ini disebabkan kutub magnet tidak berhimpit dengan kutub bumi atau kutub geografis. Semakin baik kualitas kompas, maka semakin kecil pengaruh magnetnya. Penyimpangan ini disebut dengan besarnya deklinasi magnet. Untuk deklinasi magnet daerah jawa timur besarnya sekitar ± 1°.

Jadi, azimut kiblat untuk Kota Batu setelah diukur dengan kompas (karena pengaruh deklinasi magnet) adalah 65° 49' 38.48" + 1° = 66° 49' 38.48" diukur dari titik utara ke barat.

5. Menggunakan bayang-bayang kiblat

Yang dimaksud dengan bayang-bayang kiblat adalah bayang-bayang matahari terhadap suatu benda yang tegak lurus pada saat tertentu di daerah tertentu pula yang menunjuk dan mengarah ke kabah.

Adapun cara mencari saat terjadinya sebagai berikut :

a. Carilah jam deklinasi yang nilai lintang ka’bahnya sama atau mendekati dengan 21° 25' LU

b. Lihat meridian passing jam tersebut pada almanak nautika atau pada Ephimeris

c. Hitunglah selisih bujur WIB (105° BT) dengan bujur ka’bah (39° 50' BT) = 65° 10' kemudian bagikan dengan 15 untuk dikonversikan menjadi jam = 4 jam 20 menit 0 detik

d. Hasil dari penjumlahan antara meridian passing dan selisih bujur merupakan saat dimana matahari berada di atas (zenith) ka’bah.

e. Kejadian ini terjadi pada tanggal 27 Mei dan 15 Juli untuk tahun kabisat serta 28 Mei dan 16 Juli untuk tahun basitah.

Contoh:

Tanggal 28 Mei 2006

Data :

Deklinasi matahari pada jam 02 GMT = 21° 25' 03"

Equation of time = 2' 48"

Meridian passing (12-E) = 12 2' 48" = 11° 57' 12"

Selisih bujur WIB dengan ka’bah = 04° 20' 40" +

Rumus :

Bayang Ka’bah = Meridian passing + Selisih WIB

Meridian passing = 11° 57' 12"

Selisih bujur WIB dengan ka’bah = 04° 20' 40" +

Pukul 16:17:52 WIB

Jadi pada tanggal 28 Mei 2006, bayang matahari yang mengarah tepat ke Ka’bah terjadi pada pukul 16:17:52 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar