Profil ISAC

ASSALAMU ALAIKUM WR WB.
BLOG INI DICIPTAKAN OLEH PARA PENGGEMAR FALAK KOTA BATU ( CIKAL BAKAL ISAC-ISLAMIC ASTRO CLUB - BATU ) .
TERBUKA BAGI SIAPA SAJA ATAU SEMUA MUHASIB FALAKIYAH YANG INGIN BERDAKWAK DAN MENJADI KONTRIBUTOR POSTING.
SYARAT MENJADI KONTRIBUTOR POSTING :
1. AGAMIS
2. TIDAK MEMECAH BELAH UMAT
3. TIDAK PROVOKATIF TERDAHAP KELOMPOK DAN ORGANISASI LAIN
4. BUKAN UNGKAPAN KEBENCIAN TERHADAP KELOMPOK ATAU ORGANISASI LAIN

Rabu, 08 Desember 2010

PENGUMUMAN

Berdasarkan beberapa pertimbangan ( Hasil Musyawarah Para Penggemar Falak se-Kota Batu tanggal 3 Desember 2010 di Aula Kantor Urusan Agama Kecamatan Batu ) telah disepakati bahwa satu-satunya wadah berhimpun untuk menyalurkan aspirasi semua Muhasib se-Kota Batu adalah ISAC Batu (ISLAMIC ASTRONOMY CLUB BATU )

Jumat, 06 Agustus 2010

PENDIDIKAN ANAK DI BULAN RAMADHAN

Mengajak Anak Gembira Berpuasa

Melatih anak berpuasa menggembirakan anak di bulan Ramadhan, banyak yang bisa diperbuat. Dan beberapa yang ditawarkan di sini pun bisa dijadikan pilihan. Selamat mencoba!

Makan sahur

Bangun pukul tiga dini hari, bagi anak-anak tentu sulit. Orang tua perlu sabar untuk membangunkan tanpa diwarnai emosi, kejengkelan maupun kemarahan, sekalipun harus 3 atau 4 kali. Karenanya buatlah suasana rumah menjadi cerah dan gembira, misalnya dengan alunan ayat suci Al-Qur'an, nasyid, maupun lagu anak-anak. Termasuk menikmati acara televisi. Anak mungkin belum lapar pada saat itu. Maka, ibu perlu kreatif untuk membujuk mereka agar mau makan. Misalnya dengan mengajak mereka makan di halaman rumah sambil berjalan-jalan, mengiringi anak makan sambil membacakan cerita, dan sebagainya. Untuk menu makanan, pilihlah yang praktis namun sudah cukup kalori. Susu, telur dan roti, misalnya, pilihan yang sering disukai anak-anak, tidak memerlukan waktu lama untuk memakannya, namun memenuhi kebutuhan kesehatan dan kekuatan tubuh. di bulan Ramadhan, sungguh memerlukan perhatian ekstra. Hal pokok yang patut dicatat adalah bahwa tujuan utama melatih anak berpuasa adalah agar tumbuh kecintaannya terhadap ibadah ini. Maka dalam pelaksanaan latihan, kegembiraan mereka dalam berpuasa harus lebih diutamakan daripada keberhasilan secara kuantitas. Jangan sekali-kali memaksakan kehendak, menuntut anak agar bisa berpuasa secara syar'i. Untuk bisa

Tahapan berbuka

Bagi mereka yang belum berpengalaman berpuasa, ijinkan untuk berbuka kapan saja manakala mereka tak kuat bertahan. Namun beri mereka pengertian agar kemampuan berpuasa semakin ditingkatkan, atau minimal sama dengan yang sudah. Buatlah catatan yang jelas mengenai jadwal berbuka mereka setiap hari. Beri motivasi anak untuk senantiasa membuat statistik yang meningkat, atau minimal garis lurus. Jika semula berbuka pukul sembilan, mungkin empat hari kemudian pukul sepuluh, kemudian meningkat pukul sebelas, hingga akhirnya mencapai adzan zhuhur. Dari yang semula berbuka di adzan zhuhur bisa bertambah hingga adzan maghrib. Ide untuk selalu berpuasa setelah berbuka pun bisa dicoba.

Setelah berbuka pukul sepuluh, katakan bahwa dimulai puasa babak kedua hingga berbuka kembali pukul dua siang. Kemudian puasa lagi hingga berbuka saat adzan maghrib. Jangan lupa untuk mengikutsertakan anak-anak pada saat berbuka di kala maghrib, walau mereka telah berbuka sebelumnya, atau bahkan belum berpuasa sama sekali. Berbuka maghrib adalah peristiwa ruhani yang membahagiakan mereka.

Pengkondisian lingkungan

Singkirkan jauh-jauh makanan dan minuman apapun dari pandangan anak-anak. Kosongkan meja serta almari makan. Beri pengertian adik agar tidak makan di depan kakak yang berpuasa. Bahkan gambar-gambar yang bisa menerbitkan air liur pun perlu disimpan terlebih dahulu. Alkisah di tanggal 10 Muharram, Rasulullah menyuruh orang-orang Anshar berpuasa. Mereka bercerita, 'Maka kami sesudah itu berpuasa pada hari Asyura dan kamipun menyuruh anak-anak kecil kami untuk berpuasa, lalu kami pergi ke mesjid dengan membuatkan mainan dari kapas untuk mereka. Jika salah seorang dari anak-anak itu ada yang menangis minta makanan, kami beri dia mainan itu, hingga datang waktu berbuka." (HR Bukhari Muslim)

Perbuatan kaum wanita Anshar yang kreatif mencarikan kegiatan untuk anak-anaknya sangat bagus untuk dicontoh. Dan tentunya kita bisa lebih kreatif lagi dengan didukung fasilitas yang memadai. Sarana hiburan dan telekomunikasi pun menunjang. Intinya, sangat penting untuk merelakan waktu ibu seusai Ashar, untuk menemani anak-anak bercerita, bermain atau sekadar berjalan-jalan demi melupakan mereka pada rasa lapar.

Amaliah Ramadhan

Memperbanyak amaliah bulan Ramadhan akan memberikan suasana khas keceriaan Ramadhan yang turut membantu membangkitkan semangat berpuasa. Mempersering membaca al-Qur'an, shalat tarawih dan mengikuti pengajian harian, misalnya. Juga memperbanyak sedekah, saling berkirim makanan buka puasa antar tetangga.

Hadiah Harian dan Bulanan

Memberi hadiah atas usaha anak untuk berpuasa pun bisa menambah motivasi. Kepada anak berusia di atas tujuh tahun, imbalan hadiah di akhir bulan Ramadhan akan cukup membuat mereka bersemangat. Akan tetapi bagi anak yang lebih kecil, akan lebih efektif jika hadiah harian pun mereka terima. Hadiah harian bisa berupa barang sederhana, atau bahkan hanya berupa bintang dari kertas emas yang ditempel di dinding. Janjikan sebuah hadiah jika bintang mereka mencapai sepuluh, dua puluh, atau tiga puluh. Hadiah bulanan bisa merupakan kelanjutan dari hadiah harian, dan merupakan satu jenis kebutuhan yang sangat diharap-harapkan anak-anak. Katakan bahwa hadiah itu adalah pertanda kemenangan bagi usaha mereka mengalahkan hawa nafsu.
==========
Biar Anak tidak Matre

Bagaimana mencegah tumbuhnya sifat-sifat materialistis pada anak?

Ridha menengok kanan kiri dengan matanya yang awas. Setelah yakin tak melihat ayah dan ibunya di sana, Ridha pun berjingkat mendekati laci uang, membukanya perlahan dan memasukkan tangannya ke sana untuk meraih lembaran uang lima ratusan. Perbuatan serupa sudah tiga kali ia lakukan dalam sehari itu, yang berarti ia memperoleh tambahan uang jajan dua ribu perak dari uang saku sebenarnya. Dan keseluruhan uang itu pun telah habis untuk membeli jajan, es, dan mainan.
Kedai milik orang tua Ridha memang hanya dijaga oleh ibunya seorang, sehingga tak ada yang menggantikan jaga jika sesekali ditinggal ibu.
Kesempatan terbuka lebar untuk Ridha menambah uang jajannya setiap hari. Kebiasaan ini bukannya tak diketahui oleh ibunya. Ibu hanya bisa mengurut dada melihat kebiasaan menghamburkan uang seperti itu, sementara jika dinasehati Ridha hanya pasang gaya cuek. Kira-kira berapakah usia Ridha? Jika ia anak lima tahunan, awalnya adalah wajar jika ia menginginkan uang saku yang bisa 'mencukupi' keinginan jajannya. Namun, kewajaran seperti ini harus segera diarahkan agar tidak menjadi penyakit. Jika ternyata Ridha adalah anak berumur tujuh tahun, maka kebiasaannya tersebut sudah dapat dikategorikan gejala materialisme dini.

Betul, anak-anak bisa mengembangkan sifat materialistis jika tidak dididik dengan benar sedari kecil. Beberapa dari Gejala awalnya, seperti enggan menabung, enggan berinfaq, suka jajan berlebihan, sudah bisa mulai nampak di usia enam tahun. Di usia inilah, rata-rata anak mulai mengerti makna uang serta manfaatnya bagi kesenangan mereka. Itu sebabnya bagi anda yang memiliki putra-putri usia sekitar enam hingga delapan tahun, jika anak-anak ini masih sulit mengendalikan keinginannnya terhadap uang sehingga lupa diri dan langsung habis untuk bersenang-senang dalam sehari, anda harus bertanya-tanya, apakah ada bibit-bibit materialisme yang bersemai di dalam hati mereka? Sebaiknya, segera antisipasi dengan cara mendidik anak untuk berzuhud terhadap harta. Bagaimana maksudnya? Bagaimana pula caranya?

Zuhud untuk si Kecil

Jangan mengartikan zuhud dengan tidak suka memiliki banyak harta, karena Rasulullah saw yang paling zuhud di antara kita pun memiliki banyak sekali harta. Namun, semua harta itu beliau infaqkan, hingga hanya bersisa sekedarnya untuk hidup sangat sederhana.
Beliau pernah berinfaq ladang kurma untuk sahabat-sahabatnya. Pernah pula menyedekahkan ratusan ekor kambing yang banyaknya antara dua celah gunung. Begitulah ajaran zuhud sang Rasul mulia, yaitu bahwa manusia harus mencari harta sebanyak-banyaknya, namun mampu pula menyedekahkan pula sebanyak-banyaknya dariharta itu. Esensi inilah yang akan kita ajarkan kepada anak-anak kita. Agar mereka mampu mensyukuri nikmat harta yang mereka miliki, agar bisa menghayati bahwa semua harta itu milik Allah jua, selanjutnya agar rela memberikan sebagiannya kepada orang lain. Anak yang terdidik untuk zuhud terhadap harta, maka ia akan suka menabung, suka bersedekah, lebih mudah menahan keinginannya untuk membeli sesuatu, dan sikapnya ringan menghadapi masalah uang. Jika ada pun mereka terima, tetapi jika tak ada pun tak menjadi masalah. Anak-anak seperti ini tak akan terpengaruh oleh krisis moneter, sebab mereka mudah menerima perubahan dari
kaya menjadi miskin.

Semua Harta Milik Allah

Inilah konsep dasar yang harus ditanamkan ke dalam pengertian anak sedini mungkin. Semenjak mereka mulai bisa berkomunikasi dengan orang tuanya, juga dengan teman-temannya. Terutama, ketika usia anak sekitar lima tahun, dimana umumnya sifat egosentris telah mulai memudar dan anak mulai bias menerima pengertian.

Penanaman konsep ini memerlukan waktu sangat lama, bisa bertahun-tahun. Jangan sekali-kali mengharapkan hasilnya akan terlihat hanya dalam satu atau dua tahun. Yang diperlukan adalah konsistensi, keistiqamahan orang tua dalam mendidik, serta kepekaan untuk memasukkan nilai-nilai ini ke dalam praktik kehidupan sehari-hari. Inti dari nilai yang ingin kita tanamkan kepada anak di sini adalah: bahwa semua barang dan uang yang mereka miliki sebenarnya adalah milik Allah yang dititipkan kepada kita selama di dunia. Titipan itu harus kita jaga baik-baik, dan penggunaannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Dan yang lebih penting, bahwa siapa yang dititipi harta banyak dan yang sedikit, itu terserah Allah, tidak berarti yang satu lebih mulia dari yang lain.

Mengisahkan Ayat Allah

Jika ada waktu yang dianggap tepat untuk bercerita kepada anak-anak, semisal menjelang tidur, saat makan, atau saat bermain bersama, menyinggung tentang firman Allah dalam surat at-Takatsur ayat 1 dan mengartikannya secara bebas akan banyak bermanfaat.

Anak yang masih kecil mungkin belum cukup memahami maksud ibunya, namun jika dilakukan berkali-kali, minimal mereka akan merekamnya terlebih dahulu, sehingga mudah diberi pengertian nantinya. Untuk anak balita, menerangkan tafsir ayat dengan bantuan gambar-gambar menarik akan lebih mudah masuk ke dalam memorinya.

Ketika Mendapat Rezeki

Ketika anak memperoleh rezeki, senantiasa ingatkan bahwa semuanya itu dari Allah semata. Pengertian rezeki bukan terbatas pada bentuk uang saja.
Makanan, minuman, pakaian, mainan, baik yang membeli, maupun diberi orang, kesehatan, keselamatan perjalanan semua dapat dikatakan rezeki. Sembari memberikan uang jajan bekal sekolah, mengingatkan, "Lima ratus perak harta Allah dititipkan padamu pagi ini, pergunakan baik-baik di sekolah, ya." Atau berpesan saat mengenakan baju usai mandi sore, "Pakaian bagus ini Cuma titipan, bukan milik kita. Kalau kita mati, ditinggal semua di sini. Kita mati nggak bawa apa-apa." Proses awal ini tidak akan bisa cepat diterima anak, karena bertentangan dengan fitrah egosentrisme mereka, yang menganggap segala sesuatu adalah miliknya. Itu sebabnya orang tua tak boleh bersikap memaksa. Konsep 'semua harta milik Allah' hanya bisa diperkenalkan terlebih dahulu, dan bisa makan waktu berbulan-bulan. Namun, semakin sering diupayakan pengenalannya, akan semakin cepat mengikis sifat egosentris anak. Ketika Kehilangan Barang Betapa sedih hati sikecil, ketika balon di tangannya meletus. Meledaklah tangisnya menyesalkan kesialannya. Padahal balon milik teman-temannya masih bagus-bagus. Biarkan anak menangis supaya hatinya sedikit lega. Setelah tenang, masukkan pengertian bahwa balon itupun hanya harta titipan semata, bukan milik kita. Begitu pula dengan balon lain yang ada di tangan teman-teman. Semua cuma titipan.

Jika Enggan Meminjamkan

Kebahagiaan dan kebanggaan seorang anak ketika memperoleh barang baru, seringkali membuat mereka enggan meminjamkannya kepada teman lain. Sebenarnya hal ini masih wajar, karena toh barang itu milik mereka. Namun, untuk melatih empati anak serta meningkatkan kemampuan bersosialisasinya, akan lebih baik jika kita beri motivasi mereka untuk mau berbagi dengan orang lain. Ibu bisa katakan, "Sayang, mainan itu toh milik Allah juga. Hanya dititipkan sementara padamu. Kalau dipakai bersama-sama akan lebih baik.Pahalanya kamu yang dapat."

Kepekaan Sosial

Jangan dilewatkan kesempatan ketika mobil berhenti di perempatan jalan, dimana banyak anak menjajakan kue, kertas tisu maupun koran. Bangkitkan empati anak dengan menceritakan gambaran kehidupan anak-anak jalanan yang sengsara itu. Atau manakala melewati rumah-rumah gubuk dan kumuh, ajaklah anak membayangkan seandainya mereka yang harus tinggal di sana. Juga ketika melihat tukang sampah yang menarik gerobak sampah hingga berpeluh di bawah terik matahari. Dan seribu satu sisi-sisi kemiskinan lain yang banyak dapat kita jumpai di mayarakat. Ajaklah anak mensyukuri nikmat Allah yang memberikan titipan harta cukup banyak kepada kita. Dan bahwa titipan sebanyak itu pun semata karena rahmat Allah, bukannya karena kepandaian kita saja. Akhirnya, tumbuhkan kesadaran anak bahwa satu ketika kelak bukan tak mungkin kehidupan kita berubah menjadi miskin seperti itu. Maka dari itu, ketika berkecukupan janganlah foya-foya. Hidup sederhana saja, supaya jika nantinya harus jatuh miskin mereka tidak terlalu kaget.

Menabung dan Berinfaq

Memberikan teladan untuk menabung dan berinfaq secara rutin akan sangat efektif untuk mendidik anak agar tidak mata duitan. Akan lebih baik jika
ibu memotong langsung uang infaq dari uang saku mereka. Dengan begitu anak merasa telah menyisihkan uang dari hartanya sendiri. Sedekah yang diambilkan dari dompet ibu masih kalah efektif walau yang memberikannya kepada pengemis adalah anak-anak.

Berlatih Miskin

Sesekali, rekayasa satu kondisi tanpa harta. Beri pengertian kepada anak bahwa harus ada penghematan, karena anggaran menipis. Maka, potong uang saku mereka. Sederhanakan lauk di meja makan. Tahan keinginan mereka untuk membeli sepatu, tas atau barang baru lainnya. Ingatkan kembali tentang teman-teman yang bernasib lebih malang dari mereka. Momen puasa Ramadhan, sangat pas untuk keperluan ini. Di kala anak mengeluh karena perut melilit menahan lapar, itulah saat terbaik untuk menumbuhkan empati mereka kepada orang-orang miskin. Jika empati ini telah tumbuh, lebih mudah bagi kita untuk mengajak mereka hidup zuhud, dengan mengurangi pengeluaran dan memperbanyak tabungan serta infaq.•

Rabu, 04 Agustus 2010

Urgensi Tarbiyah (Pendidikan) bagi Wanita

Ahamiyah At Tarbiyah lil Mar’ah Al Muslimah

Syahdan. Pada abad pertengahan, tepatnya tahun 1500 M, Eropa menyaksikan kebiadaban yang sangat tidak berperikemanusiaan terhadap perempuan. Sebanyak sembilan juta perempuan dibakar hidup-hidup oleh sebuah Dewan Khusus, yang sebelumnya mengadakan pertemuan di Roma, Italia dengan sebuah kesimpulan bahwa “kaum perempuan tidak mempunyai jiwa”.

Di Yunani, Lembaga Filsafat dan Ilmu Pengetahuan telah memandang perempuan secara tiranis dan tidak memberinya kedudukan berarti di masyarakat. Mereka menganggap perempuan adalah makhluk yang lebih rendah dari laki-laki. Salah seorang tokoh zaman itu, Aristoteles, mengatakan, “Alam tidaklah membekali perempuan dengan persiapan ilmu pengetahuan (intelektual) yang patut dibanggakan. Karena itu pendidikan perempuan harus dibatasi dan diarahkan pada masalah yang berkaitan dengan rumah tangga, keibuan, kepengasuhan dan lain-lain”.

Sampai beberapa abad kemudian perempuan tetap menjadi obyek penderita dan dianggap sebagai makhluk yang sering membawa bencana, seperti ungkapan Socrates, ”Perempuan adalah sumber besar dari kekacauan dan perpecahan di dunia”. Bangsa Yunani dan Romawi berkeyakinan bahwa perempuan itu pikirannya lemah dan pendapatnya emosional. Karena itu mereka meremehkan dan tidak menerima pendapat mereka.

Islamlah yang kemudian datang untuk mengubah berbagai persepsi dan perlakuan yang sangat tidak adil terhadap kaum wanita. Islam datang untuk melakukan pemberdayaan terhadap poitensi kebaikan manusia, laki-laki maupun wanita, agar mereka menjadi hamba yang mentaati Tuhannya. Kejahiliyahan telah dihapuskan dengan cahaya Islam, lewat sentuhan tarbiyah Islamiyah yang dilaksanakan oleh Nabi kepada umatnya. Di sisi Nabi, kaum wanita amat dimuliakan.

Mereka mendapatkan tarbiyah dari Nabi saw, dengan diarahkan menuju kepada posisi dan peran yang adil antara laki-laki dan wanita. Tidak ada diskriminasi status kemanusiaan dan poitensi keduanya. Tarbiyah telah mencerahkan kaum wanita, sehingga mereka mendapatkan kesetaraan dalam harkat kemanusiaan dan potensi kebaikan.

Imam Baidhawi dalam kitab Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta'wil, menyebutkan bahwa pada dasarnya kata Ar Rabb itu bermakna tarbiyah yang artinya menyampaikan sesuatu hingga mencapai kesempurnaannya setahap demi setahap. Demikian pula Ar Raghib Al Asfahani dalam kitab Al Mufradat berpendapat bahwa Ar Rabb berarti tarbiyah yang bermakna menumbuhkan sesuatu setahap demi setahap hingga mencapai batas kesempurnaannya.

Ungkapan definisi dua ulama di atas menggambarkan bahwa tarbiyah adalah aktivitas yang berorientasi kepada perubahan, yaitu menuju perbaikan yang disertai dengan pentahapan dalam langkah. Secara lebih kongkrit, Dr. Ali Abdul Halim Mahmud mengemukakan, pendidikan adalah cara ideal dalam berinteraksi dengan fitrah manusia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk memproses perubahan dalam diri manusia menuju kondisi yang lebih baik.

Kegiatan tarbiyah merupakan sebuah proses yang bermaksud menghantarkan pelakunya menuju kepada sebuah “kesempurnaan” dalam batas kemanusiaan, yaitu usaha-usaha perbaikan diri dan umat untuk mencapai kondisi yang lebih baik. Para akhwat muslimah adalah bagian dari masyarakat, sebagaimana juga laki-laki, yang harus dipersiapkan segala peran kebaikannya dalam sebuah proses tarbiyah.

Ada beberapa urhensi kegiatan tarbiyah bagi akhwat muslimah di era sekarang ini, di antaranya adalah:

1. Penanaman dan penjagaan iman memerlukan kesungguhan


Dalam kehidupan keseharian kita saat ini, terlalu banyak faktor yang bisa menggerogoti keimanan. Berbagai tawaran kegiatan yang berorientasi kepada pemenuhan nafsu syahwat telah dengan terang-terangan dipromosikan lewat media massa cetak dan elektronik. Orientasi hidup serba materi yang ditonjolkan lewat media iklan, pada akhirnya tertlah menggiring manusia kepada sifat keinginan pemenuhan kebutuhan secara instan, tanpa mempertimbangkan moralitas.

Derasnya arus informasi yang mengalir bak air bah, setiap hari, setiap jam, menit bahkan detik mampu menyeret masyarakat mengikuti pola hidup tertentu yang jauh dari nilai keimanan. Hedonisme dan konsumerisme sebagai anak kandung peradaban materi telah menjadi bagian dari gaya kehidupan, yang pada gilirannya melahirkan sejumlah patologi sosial. Keimanan akhirnya dipertaruhkan di ujung tanduk, setiap saat menemukan tawaran-tawaran sikap dan perilaku.

Penanaman nilai-nilai keimanan yang dilakukan dengan cara-cara yang konvensional selama ini bisa terkalahkan pengaruhnya oleh derasnya arus informasi yang secara konsisten menyapa mereka. Kaum muslimin diperintahkan pergi ke masjid setiap hari Jumat untuk mendengarkan khutbah dari para khathib yang senantiasa mengajak mereka kepada keimanan dan ketaqwaan. Majelis Ta’lim dan Tabligh Akbar senantiasa padat dihadiri kaum ibu di setiap tempat. Seminar-seminar dan diskusi keislaman mengupas berbagai tema juga marak dihadiri kaum muslimah. Seluruhnya itu tidak akan membawa dampak dan pengaruh yang kuat pada diri kaum muslimin dan muslimah apabila tidak dibarengi dengan proses penanaman nilai yang konsisten dan berkesinambungan.

Banyak kita jumpai pengajian yang lebih sarat unsur seremonial dan formalitas, bahkan kadang lebih banyak nuansa hiburan atau entertainment dibandingkan dengan esensi pembinaan yang bertahap dan berkelanjutan. Contoh kegiatan seperti adalah acara pengajian umum yang dikolaborasikan dengan pagelaran seni musik atau seni tradisonal; atau kolaborasi kiyai dengan artis dan bintang film dalam sebiuah pagelaran nada dan dakwah.

Berbagai kegiatan yang ditawarkan untuk penjagaan keimanan selama ini masih diwarnai oleh sejumlah kelemahan dalam unsur taujih (pengarahan) yang ditampakkan antara lain dari silabus materi yang terprogram, terstruktur dan berkelanjutan. Sebagian yang lain masih berkesan “daripada tidak sama sekali”, sehingga dihadirkan pengajian umum dan terbuka di berbagai tempat hiburan dan rekreasi. Di taman, di pabtai, di hotel, restoran dan mall.

Kegiatan tersbut bukan berarti salah atau tidak bermanfaat, sebab hal itu adalah sentiuhan awal untuk bisa berinteraksi dengan Islam. Yang sering menjadi permasalahan adalah tindak lanjut dari segala kegiatan dakwah yang banyak unsur seremonial dan bahlkan hiburan tersebut, untuk lebih membawa masyarakat berinteraksi secara mendalam dengan Islam. Masih banyak dijumpai kegiatan dakwah berhenti sampai di tingkat kegiatan itu sendiri.

Kegiatan untuk sentuhan awal dengan Islam yang penuh nuansa entretaoinment tersebut bisa tetap dilangsungkan, akan btetapi segera diti9ndaklanjuti dengan penawaran kegiatan tarbiyah, yang akan membawa masyarakat menuju kepada penanaman dan penjagaan nilai keimanan secara terprogram dan berkelanjutan. Tarbiyah menawarkan silabus yang mebuat peserta didik berada dalam suasana kesungguhna, bukan semata hiburan. Tarbiyah membawa masyarakat berada dalam suasana kedisiplinan dalam melakukan penjagaan diri, bukan semata-mata sebuah bentuk “mengisi waktu luang”.

Dengan proses tarbiyah itulah, sentuhan pembinaan keislaman akan bersifat sangat personal, ada perhatian, ada pengarahan, ada optimalisasi potensi diri, ada evaluasi atas proses dan hasil. Keseluruhan perangkat dalam tarbiyah akan mengjantarkan seseorang berada dalam suasana keterjagaan, saling memberikan pengaruh positif dan menguatkan dalam berbagai potensi kebaikan.

2. Amal Islami memerlukan ta’awun alat taqwa


Kaum muslimin dan muslimat dituntut oleh Allah menunaikan sejumlah amal, baik yang bersifat individual maupun kolektif. Kewajiban individual seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya pada kenyataannya dituntut pula melibatkan sebuah sistem yang kondusif bagi terlaksananya berbagai amal tersebut. Apalagi kewajiban yang bersifat sistemik, seperti dakwah, amar makruf, nahi munkar, jihad dan lain sebagainya, mutlak memerlukan ketersediaan perangkat sistem yang memungkinkan terlaksananya sejumlah amal terserbut.

Perhatikanlah shalat yang menjadi tiang agama, kewajibannya melekatkan secara individual kepada setiap muslim dan muslimat. Akan tetapi dituntunkan untuk berjama’ah karena akan mendatangkan kebaikan yang berlipat ganda. Dengan shalat berjama’ah akan membawa sebuah suasana yang kondusif untuk pendekatan diri kepada Allah. Demikian pula puasa Ramadhan yang kewajibannya diberikan secara individual, tatkala dilaksanakan secara bersama-sama oleh kaum muslimin, tampaklah menjadi ibadah yang lebih ringan dilaksanakan.

Kaum muslimin ringan melaksanakan sunnah seperti tarawih di malam hari, ringan melaksanakan makan sahur menjelamng Subuh, juga merasa lebih ringan dalam menjaga diri dari makan dan minum tatkala siang hari Ramadhan. Hal ini karena ada suasana kebersamaan dengan sebagian besar masyarakat, sehingga saling menguatkan satu dengan yang lainnya. Bisa dibandingkan dengan puasa sunnah atau puasa qadha Ramadhan yang dilaksanakan secara sendirian tanpa teman, akan terasa lebih berat dalam penunaian.

Jika kewajiban individual saja menjadi lebih kondusif apabila disertai dengan kebersamaan, apalagi kewajiban dalam amal Islami yang jelas-jelas berbentuk kolektif. Kewajiban dakwah bisa dilakukan oleh orang per orang, akan tetapi single fighter dalam medan dakwah tidak akan mampu banyak melakukan perubahan. Sebaik apapun seorang muslim, tatkala mengelola dakwah sendirian akan cepat ,mengalami kelelahan dan kejenuhan. Belum lagi berbicara tentang hasil dan cakupan atau ruang lingkup kegiatan, apakah yang bisa dilakukan oelh satu orang dibandingkan dengan luasnya spektrum permasalahan dakwah itu sendiri? Betapa banyak dan luas medan kemungkaran, tidak mungkin dicegah dan diselesaikan secara individual.

Al Mawardi dalam Ahkam Sulthaniyah membagi pelaku kemungkaran menjadi dua golongan. Pertama, pelaku individual, dimana mereka tidak memiliki kekuasaan untuk memaksa orang lain mengikuti dirinya. Mereka ini adalah rakyat biasa, orang lemah dari segi kekuasaan. Para ulama bersepakat wajibnya melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar kepada golongan pertama ini, bagi orang yang mampu melaksanakan, menyaksikan dan mendengar ucapannya.

Golongan kedua, pelaku kemungkaran yang berkelompok dan memiliki kekuasaan untuk mengajak orang lain. Para ulama berbeda pendapat mengenai amar ma’ruf dan nahi munkar kepada mereka, akan tetapi jumhur mewajibkan mencegah kemungkaran tersebut dengan sayarat memiliki kekuatan atau pendukung yang mencukupi. Dengan kata lain, Al Mawardi ingin mengungkapkan perlunya ada sebuah jama’ah atau kelompok yang melakukan pencegahan kemungkaran mereka secara sistemik. Jama’ah ini tidak mungkin bisa melaksanakan kewajiban nahi munkar apabila tidak memiliki kekuatan yang minimal sepadan dengan pelaku kemungkaran.

Akan tetapi, masyarakat Islam di sekitar kita bukanlah masyarakat di zaman kenabian. Di zaman Nabi dan para sahabat, kebersamaan terjadi dengan demikian erat. Mereka adalah masyarakat yang sangat kuat mengamalkan ayat Allah:

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (Al Maidah: 2).

Amal Islami memerlukan ta’awun atau tolong menolong dalam aplikasinya. Untuk bisa membentuk kebersamaan yang memungkinkan adanya proses ta’awun dalam kebaikan, diperlukanlah tarbiyah. Di zaman kenabian, hasil tarbiyah Rasul kepada para sahabat telah membuat mereka bisa menjadi satu kekuatan yang solid untuk menunaikan ketaatan. Di zaman kita, tanpa adanya proses tarbiyah, kaum muslimin dan muslimat hanya berbentuk kumpulan individu yang tidak terstruktur dan tidak terkoordinasikan potensinya.

Di sinilah pentingnya tarbiyah nbagi akhwat muslimah, agar terbentuk kebersamaan di antara mereka dalam menunaiakan amal Islami di berbagai boidang. Tarbiyah telah menyatukan visi dan misi para pelaku dakwah, sehingga mereka bekerja dalam suatu tatanan dan struktur yang rapi dan solid untuk saling membabntu dan menguatkan dalam kebaikan dan taqwa.

3. I’dadul Mar’ah Muslimah adalah keharusan dan tuntutan zaman


Maraknya arus sekularisasi dalam berbagai bidang kehidupan saat ini, memerlukan antisipasi dari semua pihak. Lihat saja betapa kehidupan para wanita Islam yang diarahkan untuk semakin menjauh dari Islam. Atas nama kebebasan berekspresi dan berpendapat, muncullah aneka rupa pemikiran bebas dan liberal, sebagaimana muncul pula pornografi dan pornoaksi atas nama seni.

Sedemikian gencar gugatan terhadap kemapanan pemikiran Islam selama ini, oleh berbagai kalangan yang menghendaki liberalisasi. Nash-nash tentang wanita yang dibongkarpaksa oleh ide pembebasan perempuan, telah menjadi salah kaparah dalam aplikasinya. Gerakan yang semula bertujuan memuliakan wanita, telah lancang menganulir wilayah agama, bukan pada pemahamannya, akan tetapi dari segi posisi dan esensi ajarannya.

Pada sisi yang lain, banyak kaum wanita dijadikan korban eksploitasi kapitalistik, menjadi bahan iklan, promosi, bahkan ikon pariwaisata dan devisa negara. Pada akhirnya posisi kaum wanita terpinggirkan menjadi sekedar hiasan dan promosi, bukan menjadi pelaku pembangunan yang memiliki keasadaran aktif dalam kontribusi. Kondisi seperti ini amat mebahayakan., apabila dilihat dari kacamata syar’i yang menghendaki kaum muslimah menjadi pelaku perbaikan masyarakat.

Pembelaan yang selama ini coba dilakukan oleh sekelompok kalangan aktivis dakwah, dikotakkan pada terminologi kelamin. “Itu kan pendapat laki-laki”, kata mereka yang merasa termarginalkan posisinya oleh faktor agama. Istilah bias gender menjadi absah untuk dilekatkan pada apa saja pendapat agama yang tidak bersesuaian dengan misi dan kehendak mereka. “Tafsir laki-laki,” demikian istilah yang diresmikan atas setiap penafsiran ayat Al Qur’an yang tidak mendukung keinginan gerakan mereka.

Di sinilah pentingnya para akhwat muslimah melakukan pembelaan terhadap kemurnian ajaran syaroiat Islam. Para akhwat harus disipakan dengan kegiatan tarbiyah yang terprogram, untuk menjadikan mereka pelaku dakwah, pelaku pembangunan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Para akhwat muslimah dicetak menjadi anasir gerakan pembaaruan moralitas bangsa, yang dengan kesadaran aktif melakukan tindakan perbaikan di tengah masyarakat. Di sinilah pentingnya tarbiyah bagi upaya penyiapan akhwat sebagai pelaku islah (reformasi).

4. Mempersiapkan generasi masa depan shalih memerlukan ibu-ibu yang shalihah

Proses pewarisan nilai kepada generasi baru, senantiasa memerlukan kesalihan pelakunya. Artinya, untuk melahirkan sebuah generasi yang unggul dan berkualitas, memerlukan sososk ibu yang aberkualitas pula. Para ibu inilah yang akan sanggiup melakukan pewarisan nilai kebaikan secara generatif kepada anak-anaknya.

Hal ini tidak dimaksudkan untuk menafikan peran bapak bagi anak-anaknya. Tuntutatn dalam Islam, wanita shalihah adalah pasangan bagi laki-laki shalih. Artinya, pada saat Islam menghendaki wanita menjadi shalihah, adalah tuntutan yang sama terhadap laki-laki agar menjadi shalih. Ibu shalihah akan kesulitan melakukan peran pembinaan generasi, apabila tidak didukung oleh bapak yang shalih.

Para ibu tidak akan menjadi shalihah secara tiba-tiba, kendati fitrah manusia lebih mengarahkan kepada kebaikan. Penggerusan nilai-nilai kebaikan bisa terjadi setiap waktu lewat berbagai media informasi. Untuk itulah diperlukan sebuah tarbiyah yang menghantarkan para ibu siap melahirkan dan mendidik generasi dengan baik, sehoingga bterbtuklah generasi masa depan yang diharapkan Islam.

Marilah sejenak kita lihat kondisi masyarakat kita. Kenakalan buka n lagi dilektakan dengan pemuda atau remaja. Kini anak-anak telah dilibatkan atau terlibat dalam sejumlah kejahatan. Sejak kejahatan seksual, yang dilakukan oleh para pemilik kapital, dengan jelan menjual gadis-gadis di bwah umur menjadi pelacur. Ada pula kejahat5an seksual yang dilakukan oleh anak-anak dalam bentuk perkosaan atau pelecehan seksual, yang disebabkan oleh kebiasaan melihat film porno. Ada kejahatan kriminal, dimana anak-anak terlibat tindak poenipuan dan pencurian. Ada kejahatan moral dalam bentuk kencaduan miras dan narkoba sejak anak-anak.

Dimanakah peran para pendidik genertasi dalam kejadian kejahatan oleh anak-anak atau remaja tersebut? Adakah ibu-ibu yang shalihah dan bapak yang shalih mencetak anak-anak yang memenuhi jadual hidupnya dengan permasalahan dan kejahatan? Cukupkah kita menyal;ahkan sistem dan masyarakat sebagai biang keladi munculnya kenakalan dan kejahatan pada anak-anak?

Ibu yang mengandung dan melahirkan, adalah pihak yang amat dekat secara emosiaonal dengan anak-anak. Apabila kesadaran pewarisan nilai dimiliki oelh para ibu shalihah, ia akan memantau perkembangan anak sehingga mampu mendeteksi kecwenderungan yang bterjadi pada anak-anaknya. Kehangatan kasih sayang di dalam rumah tangga, tidak akan melahirkan pemberontakan yang diekspresikan lewat berbagai penyimpangan. Anak-anak akan cenderung memiliki sikap yang hangat dan bersahabat pula dengan keluarga.

Pernah tarbiyah menjadi sangat berarti dalam masalah ini, untuk mempersiapkan para ibu agar memahami kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap masa depan bangsa, lewat pendidikan generasi. Tarbiyah menyiapkan kaum muslimah bersiap senantiasa menjadi ibu yang penuh kehangatan dan kasih sayang terhadap anak-anak yang dilahirkannya. Mereka tidak cukup menjadi ibu yang baik hanya dari segi pengalaman belaka. Diperlukan sejumlah nilmu dan ketrampilan untuk bisa menjadi pendidik generasi yang berkualitas.

5. Mar’ah Muslimah adalah unsur asasi dalam membangun masyarakat

Tatkala Allah Ta’ala menyebutkan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar, dieksplisitkan dua jenis kelamin sekaligus, laki-laki dan perempuan. Hal ini menunjukkan betapa keduanya, laki-laki dan perempuan adalah unsur asasi dalam melakukan pembangunan masyarakat. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (At Taubah: 71).

Artinya, tidak cukup mentarbiyah kaum l;aki-laki untulk melakukan perbaikan masyarakat. Kaum muslimah harus dipersiapkan menjadi pelaku perbaikan masyarakat dengan proses tarbiyah Islamiyah. Jika kaum laki-laki disiapkan sehingga ,menjadi shalih, akan timpang apabila tidak dibarengi dengan kebaikan kaum wanita. Demikian pula berlaku sebaliknya. Perbaikan masyarakat tidak mungkin dilakukan separohnya saja, dengan meninggalkan separoh nyang lain.

Para wanita muslimah bukanlah suplemen atau pelengkap dalam perbaikan masyarakat. Mereka adalah pelaku aktif sebagaimana kaum laki-laki bertindak sebagai subyek npembangunan. Justru karena keduanya merupakan unsur asasi dalam perbaikan, maka tarbiyah Islamiyah yang menghantarkan kepada kebaikan kepribadian juga harus dilakukan kepada keduanya. Tidak mungkin melakukan perbaikan masyarakat, dengan pelaku yang penuh cacat dan kejelekan.

Jika para wanita muslimah tidak dipersiapkan melalui kegiatan tarbiyah, akan menyebabkan mereka senantiasa menjadi korban kemajuan zaman. Perempuan dari zaman ke zaman dihadapkan pada sejarah yang buram, kecuali dalam Islam mereka mendaptkan kejayaan. Islam menyediakan proses tarbiyah yang membuat mereka menjadi dimuliakan dengan peran yang si=gnifikan untuk melakukan perbaikan.

6. Fitrah Muslimah memerlukan optimalisasi untuk menjadi pilar-pilar kehidupan

Atas bentukan sosial (social construction), banyak wanita yang merasa lebih rendah dibandingkan dengan kaum laki-laki. Ada unsur pemalu, perasa, ditambah dengan sejumlah patokan nilai dan persepsi kultural masyarakat byang tidak menghendaki wanita menjadi pelaku aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan, akhirnya para akhwat muslimah lebih cenderung mengalah.

Sifatnya yang pemalu, banyak membuat para akhwat cenderung diam dan tidak mengekspresikan kehendak dan pendapat dirinya tatkala menghadapi perbedaan. Ada sesuatu yang menghambat dirinya untuk melakukan peran yang lebih signifikan dalam kehidupan. Sebagiannya karena takut salah, atau persepsi fikih yang tidak tepat, atau sekedar merasa tidak pantas saja, sehingga pilihannya lebih banyak diam dan tidak menonjolkan kapasitas dirinya.

Memang terdapat sejumlah perbedaan anatomis dan fisiologis pada laki-laki dan wanita, yang ternyata membawa pula konsekuensi perbedaan dalam beberapa karakteristik dan sifatnya. Walaupun perbedaan pokok susunan syaraf di antara laki-laki dan perempuan tidak berarti, tapi ada suatu kecenderungan dalam perangai yang sifatnya berlainan. Menurut Abbas Kararah (1995) bahwa kelembutan, kehalusan watak dan kelebihan perasaan lebih dominan terdapat pada perempuan, sedangkan kekerasan, pendirian teguh, kecerdikan menguasai hawa nafsu merupakan ciri-ciri watak lelaki.

Di sisi lain intuisi perempuan lebih tajam, kemampuan ingatan perempuan amat kuat. Hal lain dibuktikan dengan melihat kenyataan bahwa para aktris film lebih cepat menghafal teks skenario dari pada para aktornya. Penelitian Hadiyono dan Kahn (1987) menemukan bahwa laki-laki secara signifikan menunjukkan nilai yang lebih tinggi pada stabilitas emosi, dominasi, keberanian dan kepuasan diri dari pada perempuan. Newcomb et.al (1986) juga melaporkan persepsi perempuan terhadap kejadian-kejadian hidup lebih ekstrim dari pada laki-laki. Kejadian-kejadian hidup lebih dipersepsikan sebagai hal yang tidak mengenakkan bagi perempuan. Diener et.al (1985) juga menemukan bahwa perempuan memang menunjukan intensitas emosi (positive-negative affect) yang lebih ekstrim dibanding laki-laki.

Dengan memahami beberapa bentuk perbedaan yang biasa muncul pada diri laki-laki dan perempuan, tarbiyah bagi wanita mulsimah perlu mendapatkan perhatian yang spesifik, sebagaimana pula pentarbiyahan bagi kaum laki-laki yang membutuhkan sejumlah spesifikasi, justru karena memang secara nyata ada bagian yang berbeda.

Demikianlah beberapa urgensi tarbiyah bagi wanita muslimah. Tarbiyah telah mengangkat derajat wanita muslimah dalam kapasitas sebagai subyek yang mandiri, memiliki kesadaran aktif dan potensi yang penuh untuk melakukan pernbaikan diri, keluarga, masyarakat dan bangsa. Sangat berbeda dengan persepsi berbagai ajartan agama dan ideologi yang meletakkanj perempuan pada posisi sangat tidak manusiawi.

Agama Yahudi menganggap perempuan selalu dalam kutukan Dewa, selalu berdosa sejak lahir maka harus dihukum, perempuan hanyalah hiasan rumah belaka. Perempuan hanyalah sebagai budak, orangtuanya berhak penuh untuk menjual kepada siapa saja, dan kehadiranya merupakan laknat bagi alam semesta. Sebagian tradisi Kristiani juga mempersepsikan perempuan sebagai penyebab kehancuran umat, sumber segala dosa dan kesalahan, serta tidak berhak untuk mendapat kesempatan dalam segala urusan karena ia mempunyai fikiran yang lemah.

Menurut Filsafat Marxisme, perempuan adalah milik kaum laki-laki. Perempuan dibebani untuk bekerja membanting tulang seperti selayaknya laki-laki sehingga kaum perempuan tidak bisa melakukan tugas sebagai isteri, ibu bagi anak-anaknya, dan menjaga rumah tangga dari kehancuran. Filsafat Barat Amerika, menganggap perempuan harus melepaskan tugas keperempuanannya sehingga tidak ubahnya mereka sebagai barang dagangan seperti mobil, kulkas dan televisi. Gambar mereka terpajang di sampul-sampul majalah dan tabloid bahkan foto-foto bugil mereka dengan sangat mudah dilihat lewat internet maupun media yang lain.
Bettany, seorang pastur, dalam bukunya, “Agama-agama Dunia” menuturkan bahwa “karakter perempuan tidak terukur dalamnya, bagai ikan yang berlatih dalam air, dan menurut tabiatnya mereka selalu menggoda siapa saja yang dijumpainya. Selalu berdusta dengan siapa saja serta selalu memutar balikkan kebenaran dan berkata kebohongan.”

Pastur St. John Chrysston, berpendapat, “perempuan adalah makhluk yang paling jahat, patut mendapat kesengsaraan, dia benar-benar penggoda dan menambah penyakit.” Sedangkan Pastur St. Clement dari Aleksandria, “Tidak ada satupun yang dapat mendatangkan aib bagi laki-laki, walau dengan berbagai alasan, kecuali banyak dilakukan oleh perempuan.”
Bagaimana mungkin wanita muslimah tidak terlibat dalam tarbiyah Islamiyah, jika posisi mereka terlecehkan dalam berbagai sistem hidup masyarakat di luar Islam?

Rabu, 14 Juli 2010

Ringkasan Hadits Arbain an-Nawawi (6)

Hadits ke 6 ( Halal dan Haram Telah Jelas )

An-Nu'man bin Basyir berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat (syubhat / samar, tidak jelas halal-haramnya), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan, barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat, maka ia seperti penggembala di sekitar tanah larangan, hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah sesungguhnya tanah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.'" (HR. Bukhori)[1]

Kedudukan Hadits
Tentang kedudukan hadits ini sudah disebutkan pada penjelasan hadits pertama.

Musytabihat
Musytabihat adalah segala sesuatu yang belum diketahui secara jelas hukumnya, apakah termasuk halal atau termasuk haram. Mustabihat sifatnya nisbi, artinya ketidakjelasan tersebut terjadi pada sebagian orang dan tidak pada semua orang. Dengan demikian tidak ada satu pun sesuatu yang mustabihat secara mutlak, dimana semua orang tidak mengetahui kejelasan hukumnya.

Musytabihat dapat terjadi dalam 2 keadaan sebagai berikut:
1. Ketika para ulama tawakuf tentang hukum suatu masalah.
2. Ketika seseorang yang bukan ulama merasa tidak mengetahui secara jelas tentang hukum suatu masalah.

Dalam kedua keadaan tersebut semestinya seseorang tidak melangkah sehingga perkaranya sudah jelas, baik tatkala ulamanya sudah tidak tawakuf lagi atau sudah menanyakan kepada ahlinya.

Menghindari Mustabihat Identik dengan Menjaga Agama dan Kehormatan
Orang mukmin berkewajiban untuk memelihara agama dan kehormatannya. Kewajiban ini bisa terlaksana dengan cara menghindari Mustabihat. Hal itu karena:
1. Dengan menghindari Mustabihat maka secara otomatis dia terhindar dari yang haram dan dengan terhindar dari yang haram terjagalah agamanya.
2. Adakalanya orang yang tidak menghindari Mustabihat akan dianggap orang yang rendah agamanya dan tidak memiliki ketaqwaan, dengan demikian ternodailah kehormatannya. Berbeda jika dia menghindari Mustabihat maka aggapan seperti itu akan jauh darinya, dengan demikian terjagalah kehormatannya.

Menerjang Mustabihat Identik dengan Menjerumuskan Diri ke dalam Keharaman
Orang mukmin dilarang melakukan sesuatu sehingga dia mengetahui hukumnya, maka seseorang yang menerjang Mustabihat dia akan terjerumus ke dalam yang haram ditinjau dari 2 sisi sebagai berikut :
1. Melanggar larangan, karena telah melakukan sesuatu yang belum jelas hukumnya.
2. Bisa jadi yang dia lakukan hukumnya haram sementara dia tidak menyadarinnya karena belum jelas hukumnya.

Sesuatu yang Diperselisihkan Hukumnya Tidak Identik dengan Mustabihat.
Banyak masalah yang diperselisihkan status halal dan haramnya oleh para ulama. Tindakan menyelamatkan diri dari perbedaan ulama adalah suatu kemuliaan, namun tidak dalam seluruh masalah. Memilih pendapat yang lebih kuat, sekalipun dinilai haram oleh pihak yang lain, tidaklah termasuk menerjang Mustabihat apalagi menerjang keharaman.

Hati, Otak Dan Akal
Hati adalah tempat bersemayamnya akal dan rumah ruh. Akal adalah alat untuk memahami dan mangetahui baik-buruk dan benar-salah. Sedangkan otak adalah penyampai data kepada akal. Dengan demikian, yang bisa memahami dalil-dalil syariát adalah akal.


Catatan Kaki:

[1] Saya (Sofyan Efendi) mengambil hadits ke-6 ini langsung dari kitab Ringkasan Shahih Bukhari karya Al-Albani, karena saya melihat arti (terjemahan) yang disampaikan kurang tepat. Tulisan aslinya adalah sebagai berikut: Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: ’Sesungguhnya sesuatu yang halal telah jelas serta yang haram juga telah jelas dan diantara keduanya terdapat perkara-perkara syubhat (yang masih samar/tidak jelas); yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)nya. Barangsiapa yang berhati-hati terhadap perkara syubhat, maka sesungguhnya dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus kepada perkara syubhat, pasti akan terjerumus kepada yang haram. Seperti halnya seorang penggembala yang menggembala di sekitar daerah larangan, sehingga dikhawatirkan hampir-hampir (menggembala) di dalamnya. Ingatlah bahwa tiap-tiap raja mempunyai larangan. Ingatlah bahwa larangan Alloh adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik, maka baiklah seluruh tubuhnya, jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ingatlah, ia adalah jantung.” (HR. Bukhori dan Muslim). Padahal kalimat yang tepat bukan menyatakan "pasti", tapi "hampir-hampir" serta segumpal daging tersebut adalah "hati", bukan "jantung". Wallaahu'alam. Saya memohon ampun kepada Allah jika seandainya saya yang salah.

Rabu, 02 Juni 2010

Ringkasan Syarah Hadits Arbain an-Nawawi (5)

HADITS KE- 5 ( BID'AH )

Dari Ibunda kaum mu’minin, Ummu Abdillah ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha, dia berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: ”Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu (amalan) dalam urusan (agama) kami yang bukan dari kami, maka (amalan) itu tertolak.” (HR. Bukhori dan Muslim). Dan dalam riwayat Muslim: “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka itu tertolak.”

Kedudukan hadits
Hadits ini sangat agung kedudukannya karena merupakan dasar penolakan terhadap seluruh bentuk bidáh yang menyelisihi syariát, baik bidáh dalam aqidah, ibadah, maupun muámalah.

Bidáh
Bidáh memiliki 2 tinjauan secara lughah dan secara syarí. Bidáh secara lughah berarti segala sesuatu yang tidak ada contoh atau tidak ada yang mendahuluinya pada masanya. Adapun bidáh secara syarí adalah seperti yang didefinisikan oleh para ulama, yaitu yang memenuhi 3 kriteria sebagai berikut:
1. Dilakukan secara terus menerus.
2. Baru, dalam arti tidak ada contohnya.
3. Menyerupai syariát baik dari sisi sifatnya atau atsarnya. Dari sisi sifat maksudnya seperti sifat-sifat syariát yaitu sudah tertentu waktu, tempat, jenis, jumlah, dan tata caranya. Dari sisi atsarnya maksudnya diniati untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari pahala. Bidáh termasuk jenis Dosa Besar, karena merupakan amal kemaksiatan namun mengharapkan pahala.

Mashalihul Mursalah
Kalau seseorang tidak benar-benar memahami hakikat bidáh maka dia bisa rancu dengan sesuatu yang disebut Mashalihul Mursalah. Sepintas, antara bidáh dan Mashalihul Mursalah ada kemiripan, namun hakikatnya berbeda. Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut :
1. Mashalihul Mursalah terjadi pada perkara duniawi atau pada sarana (wasilah) demi penjagaan lima maqosid syariát yaitu agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal. Sementara bidáh terjadi pada ibadah atau ghayah.
2. Mashalihul Mursalah tidak ada tuntutan untuk dikerjakan pada masa Nabi shallallaahu álaihi wa sallam, adapun bidáh tuntutan untuk dikerjakannya sudah ada pada masa Nabi shallallaahu álaihi wa sallam.

Selasa, 27 April 2010

Syarah Hadits Arbain an-Nawawi (4)

Hadits ke 4 (Nasib manusia telah ditetapkan)


Dari Abu Abdirrohman, Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda kepada kami dan beliau adalah orang yang selalu benar dan dibenarkan: ’Sesungguhnya setiap orang diantara kamu dikumpulkan kejadiannya di dalam rahim ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk nuthfah(air mani), kemudian menjadi ‘alaqoh(segumpal darah) selama waktu itu juga (empat puluh hari), kemudian menjadi mudhghoh(segumpal daging) selama waktu itu juga, lalu diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu malaikat itu meniupkan ruh padanya dan ia diperintahkan menulis empat kalimat: Menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib celakanya atau keberuntungannya. Maka demi Alloh yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada diantara kamu yang melakukan amalan penduduk surga dan amalan itu mendekatkannya ke surga sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk neraka sehingga dia masuk ke dalamnya. Dan sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan amalan penduduk neraka dan amal itu mendekatkannya ke neraka sehingga jarak antara dia dan neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapka atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk surga sehingga dia masuk ke dalamnya.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan pangkal dalam bab taqdir, yaitu tatkala hadits tersebut menyebutkan bahwa taqdir janin meliputi 4 hal: rizqinya, ajalnya, amalnya, dan bahagia atau celakanya.

Perkembangan Janin
Janin sebelum sempurna menjadi janin melalui 3 fase, yaitu: air mani, segumpal darah, kemudian segumpal daging. Masing-masing lamanya 40 hari.

Janin sebelum berbentuk manusia sempurna juga mengalami 3 fase, yaitu:
1. Taswir, yaitu digambar dalam bentuk garis-garis, waktunya setelah 42 hari.
2. Al-Khalq, yaitu dibuat bagian-bagian tubuhnya.
3. Al-Barú, yaitu penyempurnaan.

Allah berfirman dalam Surat Al-Hasyr: 24, mengisyaratkan ketiga proses tersebut.

Hubungan Ruh dengan Jasad
Ruh dengan jasad memiliki keterkaitan yang berbeda sesuai dengan keadaan dan waktunya dalam 4 bentuk hubungan:
1. Tatkala di rahim. Hubungan keduanya lemah. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada jasad.
2. Tatkala di alam dunia. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada jasad. Sementara hubungan keduanya sesuai dengan kebutuhan kehidupan jasad.
3. Tatkala di alam barzah. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada ruh.
4. Tatkala di alam akhirat. Kehidupan ketika itu sempurna pada keduanya. Pada masa inilah hubungan keduanya sangat kuat.

Macam-macam Penulisan Taqdir
Allah menulis taqdir dalam 4 bentuk, yaitu:
1. Taqdir saabiq, yaitu penulisan taqdir bagi seluruh makhluk di lauh mahfudz 50 ribu tahun sebelum penciptaan bumi dan langit.
2. Taqdir úmri, yaitu penulisan taqdir bagi janin ketika berusia 4 bulan.
3. Taqdir sanawi, yaitu penulisan taqdir bagi seluruh makhluk setiap tahunnya pada malam lailatul qodr.
4. Taqdir yaumi, yaitu penulisan terhadap setiap kejadian setiap harinya.
Keempat macam penulisan taqdir tersebut memungkinkan terjadinya perubahan kecuali pada taqdir sabiq. Sebagaimana firman Allah: (Surat Ar-Ra’d: 39).

Taqdir Allah sama sekali bukan sebagai pemaksaan, Allah lebih tahu terhadap hambanya yang pantas mendapatkan kebaikan dan yang tidak.

Buah Iman kepada Taqdir
Beriman kepada taqdir akan menghasilkan rasa takut yang mendalam akan nasib akhir hidupnya dan menumbuhkan semangat yang tinggi untuk beramal dan istiqomah dalam ketaatan demi mengharap khusnul khatimah.
Beriman kepada taqdir bukanlah alasan untuk bermaksiat dan bermalas-malasan. Hati orang-orang yang shalih diantara 2 keadaan, yaitu khawatir tentang apa yang telah ditulis baginya atau khawatir tentang apa yang akan terjadi pada akhir hidupnya. Keadaan pertama hatinya para sabiqin dan keadaan ke-2 hatinya para abrar.

Rahasia Khusnul Khatimah dan Suúl Khatimah
Termasuk diantara kesempurnaan Allah yaitu menciptakan hamba dengan berbagai macam keadaan. Diantara hambanya ada yang khusnul khatimah sebagai anugrah semata setelah mengisi lembaran hidupnya penuh dengan kejahatan dan diantara hambanya ada yang suúl khatimah sebagai keadilan semata setelah mengisi lembaran hidupnya penuh dengan ketaatan. Hamba pada jenis yang terakhir ini bisa jadi pada hakikatnya tersimpan dalam hatinya kejahatan yang kemudian muncul secara lahir pada akhir hayatnya. Karena dalam suatu riwayat Rasulullah menyatakan bahwa amalan baik tersebut sekedar yang tampak pada manusia.

Kamis, 22 April 2010

KHUTBAH JUM'AT : DAKWAH ISLAM MENUJU RIDHO ALLOH

Oleh : Drs. Moh. Hasin, M.Ag
Ma’asyiral Muslimina Rahimakumulloh,

Melalui Mimbar yang mulia ini saya menghimbau kepada diri saya pribadi juga kepada Maasyirol Muslimin untuk tidak henti-hentinya berusaha terus meningkatkan Taqwa Kita kepada Alloh SWT dengan cara melaksanakan apa yang diperintahkannya serta menjauhi apa yang dilarangNya.

Ma’asyiral Muslimina Rahimakumulloh,

Pada kesempatan ini saya mendapat Amanah dari Ta’mir untuk menyampaikan Tema Khutbah “DAKWAH ISLAM MENUJU RIDHO ALLOH”. Kurang lebih ada 2 kata Kunci dari tema tersebut yaitu Dakwah Islam dan Ridho Alloh.

Dakwah yang secara lughah (da’a – yad’u , da’watan) berarti, mengajak atau menyeru, Dalam Kitab Rosmul Bayan at-tarbiyah, Makna dakwah tertulis sbb :

Artinya : Mengajak manusia kepada Allah dengan hikmah dan nasihat yang baik, sehingga mereka meninggalkan thaghut dan beriman kepada Allah agar mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam.

Adapun arti Ridho secara lughah (Rodhiya, yardho, Rodin) berarti rela atau berkenan. Ridho Alloh = Alloh rela/berkenan terhadap apa yang kita lakukan.

Ma’asyiral Muslimina Rahimakumulloh,

Dalam sebuah risalahnya, Imam As-Syahid Hasan Al-banna pernah menyebutkan cirri-ciri Dakwah Sebagai berikut :

1. Dakwah Islamiah yang Konprehenship (Syumuliah Fi Da'wah)
Maksud Imam Hasan adalah bahwa dakwah Islamiah seharusnya membawa risalah Islam yang asli. Dakwah tersebut bukanlah didalam maksud yang sempit atau terbatas, misalnya terbatas pada sudut kecendekiawanan (keintelektualan) saja, atau pada sudut politik semata, dsb. Seterusnya manusia juga perlu memperoleh penjelasan tentang jalan dakwah Islamiah agar mereka faham tujuan dakwah yang sebenarnya sehingga masyarakat umum tidak merasa samar-samar akan cara-cara dakwah Islamiah.


2. Dakwah yang bersifat Rabbani (Robbaniah Fi Da'wah)
Yaitu berdakwah dengan menyeru manusia kepada Allah.

"Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang di'azab. Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman." (QS 26:213-215)


"Wasilah-wasilah (jalan-jalan) dakwah hari ini dan kemarin mungkin berbeda; dakwah pada masa lalu lebih dalam bentuk ceramah-ceramah atau khutbah-khutbah ataupun ditulis dalam risalah-risalah atau surat-surat. Namun wasilah pada hari ini adalah melalui majalah-majalah, surat kabar, risalah-risalah internet, dan peralatan radio... kesemuanya ini adalah merupakan jalan untuk sampai kepada hati manusia"
Maksudnya, dakwah pada hakikatnya adalah untuk menghubungi hati-hati manusia; seruan-seruan, program-program dsbnya hanyalah berfungsi sebagai media untuk mencapai hakikat tersebut. Jadi, dakwah Islamiyah adalah "dakwah yang mana kita ingin mengetuk pintu-pintu hati manusia" agar terbuka dan menerima hakikat keimanan kepada Allah SWT. "Oleh karena itu, tugas Dai sebagai ahli dakwah adalah untuk memperbaiki jalan-jalan (untuk sampai pada hati manusia)... sehingga tercapailah apa yang dimaksud".
Ringkasnya, tugas seorang du'at adalah memanggil manusia kepada Allah, dengan berbicara kepada hati mereka melalui pembentukan kesadaran yang murni terhadap tanggung jawab mereka kepada Allah. Para da'i tidak akan dapat berfungsi sebagai pendakwah yang dapat membawa hidayah seandainya hati para da'i tersebut masih kotor. Karena itulah, Imam Hasan mengungkapkan agar para da'i menjadi : "Rahib di malam hari, pejuang di siang hari (Ruhban fil lail, wa fursan fin nahar)"

3. Dakwah yang membawa makna Islah
Maksud dakwah yang membawa makna Islah adalah bahwa kita harus berusaha memperbaiki keadaan yang meliputi Ummah. Termasuk di sini adalah berbagai usaha yang mencakup setiap aspek, yaitu mengISLAHkan INSAN, MASYARAKAT, dan NEGARA.
Kita haruslah berupaya sedapat mungkin melaksanakan ataupun membantu setiap aspek yang membawa Islah.
Imam Hasan menyimpulkan maksud ini dalam seruannya: "perbaikilah Peraturan-peraturan, perbaikilah suasana lahiriah masyarakat, perangilah amalan-amalan yang berlebihan (ibahiah) di dalam masyarakat, susunlah sistem pendidikan... "
Demikian juga di dalam sejarah hidupnya, beliau banyak menulis surat baik kepada para ulama maupun para pemimpin masyarakat agar mereka mengusahakan perbaikan masyarakat dan negara.
Dakwah seharusnya bukan datang untuk menentang segala yang ada di dalam masyarakat, melainkan untuk MEMPERBAIKINYA. Kita bukanlah bertugas sebagai hakim yang menilai, menghakimi, dan menghukum masyarakat; melainkan sebagai TABIB yang mengobati masyarakat. Kita haruslah bersikap seperti pohon, manusia melempari kita dengan batu namun kita membalasnya dengan buah kebaikan.

Ma’asyiral Muslimina Rahimakumulloh,

Sekarang ini adalah era online, era dimana dunia tak lagi berjarak. Kita bisa ke mana saja, melintasi negeri atau menjelajahi benua tanpa harus beranjak dari tempat duduk. Yang diperlukan cuma seperangkat komputer dan fasilitas internet. Bagi yang tidak punya, bisa nongkrong di Warung Internet. Itupun ongkosnya murah meriah.

Bagaimanakah para ulama menyikapi gegap gempitanya era online seperti saat ini? ternyata mereka tak menutup mata. Para penerus salaf itu malah pro aktif memanfaatkan situasi ini demi memperluas kepakan dakwah mereka.

Coba telusuri http://www.alhabibomar.com/ . Lewat situs ini kita bisa mengenal lebih dekat Habib Umar bin Hafiz, ulama asal Tarim yang telah tersohor di dunia. Perjalanan dakwahnya yang merambah negeri-negeri muslim di seantero kolong jagad dicatat di situs ini, plus gambar-gambar eksklusifnya. Dari situs ini pula, kita bisa menggali pengetahuan dari Habib Umar. Pasalnya, ceramah ilmiah beliau dalam beragam disiplin ilmu (fikih,tafsir, sirah, tasawuf dan kewanitaan) bisa diunduh di sini. Ceramah-ceramah itu bisa diambil dalam format MP3 maupun video. Insya Allah, hal semacam ini bukanlah bid’ah dhalalah dan Insyaalloh Alloh Ridho terhadap apa yang kita lalkukan

Situs yang selalu ter-update ini menawarkan kesegaran ruhaniyah, cocok bagi kaum muslimin yang selalu haus akan ilmu. Untuk yang ingin memecah segala problema kesehariannya, situs ini menyediakan ruang fatwa dan curhat. Jawabannya dijamin memuaskan dan penuh tanggung-jawab. Habib Umar, sebagai seorang salaf, memang telah melangkah jauh ke depan. Beliau sangat arif, bisa membaca pergerakan zaman. Dan karena itu, pecinta-pecinta salaf yang tersebar di sudut-sudut bumi bisa menimba banyak manfaat dari beliau.

Langkah ini diteladani oleh salah satu murid terbaik beliau, Habib Ali bin Abdurrahman al-Jufri. Ulama karismatik yang lagi digandrungi kaum muda ini juga membuat situs pribadi, yakni www.alhabibali.com. Di situsnya, Habib Ali memberikan pengajian membahas beberapa bidang pengetahuan yang berkaitan erat dengan khalayak: fikih, hadis, tasawuf, dan fatwa-fatwa hukum bagi wanita. Semuanya bisa disimak dalam bentuk audio. Jadi kalau pengin menjadi santri beliau, tak usah jauh-jauh ke Timur Tengah, cukup klik alamat situs ini.

Ulama kelahiran Saudi Arabia ini ternyata sudah go internasional. Itu bisa kita ketahui dari jejak perjalanan dakwah beliau di situsnya. Habib Ali pernah singgah di Jerman, Belgia, Perancis, Kuwait, Libanon, India, Srilanka dan lainnya. Semua itu dalam rangka dakwah, bukan plesir liburan semata. Di setiap Negara yang dikunjungi, beliau bertemu muka dengan tokoh-tokoh pergerakan Islam. Gambar momen-momen penting itu terdokumentasikan dan bisa dilihat di situs pribadi beliau.

Tak kalah dari keduanya, seorang ilmuwan kawakan dari negeri Syria melakukan hal serupa, membikin website. Beliau adalah Doktor Said Ramdhan al-Bouthy, alumnus al-Azhar yang kini menjadi rektor di Universitas Damaskus. Alamat situsnya adalah: www.bouti.com. Nuansa ilmu sangat pekat di situs ini. Terdapat ceramah-ceramah beliau di pelbagai forum yang bisa didengar pengunjung secara online. Yang terpenting barangkali fatwa-fatwanya yang senantiasa menjadi rujukan ulama di Timur Tengah sana. Kapasitas ulama yang getol menyitir wahabi ini memang tak perlu disangsikan. Beliau memegang bertumpuk jabatan strategis. Selain menjadi rektor Universitas terkemuka di Syria, beliau juga anggota dewan kehormatan di negeri Oman, serta menjadi anggota rektorat di Universitas Oxford, Inggris.

Ma’asyiral Muslimina Rahimakumulloh,

Selain situs-situs bersifat pribadi diatas, ada lagi beberapa situs yang perlu dikunjungi. Misalnya http://www.rubat-tareem.net (situs resmi Rubat Tarim, pesantren klasik yang telah mencetak ribuan ulama besar) www.daralmostafa.com/ (situs resmi pesantren asuhan Habib Umar bin Hafiz), atau www.ahgaff.edu. (Situs resmi Universitas al-Ahqaff, Hadramaut).

Para peretas jalan salaf di dalam negeri tak mau ketinggalan. Mereka turut larut dalam era yang serba online ini. Telusuri saja www.majelisrasulullah.org yang diasuh Habib Munzir al-Musawa. Situs ini lumayan atraktif. Memuat rekaman dakwah sang habib yang bermukim di ibukota itu. Juga menyediakan forum tanya -jawab permasalahan tauhid, fikih dan umum. Demi mengendorkan ketegangan, situs ini menyediakan forum iseng yang berisikan artikel humor yang bernilai islami.

Kalau yang satu ini merupakan situs olahan Pesantren Sunniyah Salafiyah: www.forsansalaf.com. Desainnya simpel namun artistik. Website ini sarat dengan artikel-artikel menarik yang bisa mengobati kehausan kita akan pengetahuan. Kita bisa meng-klik Kalam Salaf, bila ingin mendapatkan penyejukan dari nasehat-nasehat ulama klasik yang telah mencapai puncak kearifan.

Kalau kita mempunyai persoalan yang berkaitan dengan hukum syariat, tumpahkan saja ke dalam Majelis Ifta di situs ini. Insya Allah persoalan itu bakal dipecahkan oleh tim LBM (Lajnah Buhuts Wal Muraja’ah) yang dibentuk oleh pesantren binaan Habib Taufiq bin Abdul Qadir as-Segaf. Jawaban akan disertai teks-teks rujukan dari berbagai kitab yang bisa dipertanggung-jawabkan.

Yang menarik, website ini menyediakan forum konsultasi umum yang dipandu langsung oleh Habib Taufiq bin Abdul Qadir as-Segaf. bagi Maasyiral Muslimin yang mempunyai berbagai problem cukup pelik menyangkut kehidupan beragama, silakan sharing kepada beliau lewat website ini. Solusi yang diberikan pasti sesuai manhaj salaf yang istiqamah.

Ma’asyiral Muslimina Rahimakumulloh,

Tak bisa disangkal, dunia memang terus berputar. Perputaran itu mesti kita ikuti sepanjang ia tidak bergesekan dengan norma syariat. Seorang Sufi bukanlah orang yang terus berdiam diri di goa-goa nan gelap- gulita. Sufi sejati adalah muslim yang memelihara diri serta hati dari perbuatan cela. Dengan memanfaatkan internet, kita bisa tetap menjadi seorang sufi. Dan sekali lagi, ini bukanlah perbuatan bid’ah.dan Insyaalloh Alloh Ridho terhadap apa yang kita lalkukan

Akhirnya, marilah kita gapai Ridho Alloh dengan cara ikut berperan aktif dalam kegiatan Dakwah Islam sekecil apaun peran kita agar Alloh Ridho kepada kita.

Demikian ringkasan dari kutbah Jum’at yang saya sampaikan, yang intinya sebagai bahan ringkasan dari khutbah tersebut adalah marilah kita tingkatkan partisipasi kita dalam berdakwah sesuai dengan kemampuan kita, profesi kita, hingga Allah memanggil kita, karena keutamaan umat ada dalam dakwah dan kerugian umat akibat meninggalkan dakwah.. Semoga Allah Ridho terhadap segala aktifitas yang kita lakukan serta menolong kita dalam menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Amin ya Robbal’alamin.

Selasa, 20 April 2010

Aisyah, Izinkan Aku.....

Oleh : Rahma A
Diriwayatkan oleh Atha' dari Aisyah, Rasulullah bersabda, 'Aisyah, izinkan aku menyembah Tuhanku,' Aisyah menjawabnya, 'Aku lebih senang berada didekatmu tetapi aku tidak dapat mencegahmu untuk mengutamakan menyembah padaNya.' Maka aku izinkan beliau meninggalkanku. Kemudian beliau mengambil wudlu, menggunakan secara hemat. Selanjutnya beliau berdiri melakukan sholat, lalu menangis sehingga air mata beliau mengalir sampai dada lalu beliau ruku' dan menangis, kemudian sujud dan menangis lalu mengangkat kepala dan menangis tiada hentinya beliau berada dalam kondisi yang begitu sampai Bilal mengumandangkan azan Subuh.

Begitulah gambaran Nabi Muhammad begitu sangat menghargai istrinya yang tengah dalam ketentraman sehingga bertutur dengan lembutnya, 'Aisyah, Izinkan aku..' Sebuah penuturan Rasulullah menanamkan kesadaran kepada Sang Khaliq, juga menanamkan kesadaran kewajiban seorang suami kepada istri berarti mengajak istri agar berlatih ikhlas dalam setiap perjuangan dalam mengarungi bahtera kehidupan.

Bila suami sebagai nahkoda maka istri berperan sebagai awak kapal. Tugas awak kapal lebih banyak memainkan peran yang penting. Seperti tugas navigator yang harus mengingatkan jalan mana yang harus dilewati. Bila didepan ada karang atau badai maka awak kapal yang berteriak paling keras untuk mengingatkan Sang Nahkodanya jangan sampai kapalnya tenggelam karena menabrak karang atau terkena badai.

Dalam samudra kehidupan yang damai dengan mudah mendialogkan berbagai permasalahan, suami maupun istri bisa saling mendengarkan namun ketika badai datang menghadang, kondisi rumah tangga sedang memanas seperti suami terkena PHK dan istri yang mencari nafkah, kondisi ini cukup mudah menyulut pertengkaran. Sang Nahkoda, tiba-tiba kehilangan kepercayaan diri untuk memimpin kapal sementara awak kapal merasa dirinya berhak untuk menjadi nahkoda karena dia yang bekerja sehingga saling menonjolkan dan mempertahankan egonya masing-masing.

Disinilah menjadi penting hadis diatas bagi suami sebagai nahkoda kapal dan istri sebagai awak kapal mengemban hak & kewajiban masing-masing dengan dilandasi keikhlasan. Meskipun berat keikhlasan menjadi sebuah kemaslahatan bersama. Tidak ada alasan bagi suami untuk tidak memuliakan istri bahkan seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad untuk melakukan sholat malampun meminta izin istrinya. Jadi kuncinya terletak kepada suami berakhlak baik kepada istri dan bila istri mendapati suami sedang lalai maka tugasnyalah untuk mengingatkan suaminya. Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad suami dan istri adalah pemimpin. Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban.

'Setiap orang diantaramu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang suami menjadi pemimpin dalam keluarga dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang istri menjadi pemimpin rumah tangganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. (HR. Abdullah Ibn Umar)

Selasa, 13 April 2010

Ringkasan Syarah Hadist Arbain an-Nawawi (3)

Hadist Ke 3 (RUKUN ISLAM)

Dari Abu Abdirrohman Abdulloh bin Umar bin Khoththob rodhiyallohu ‘anhuma, dia berkata “Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: ’Islam itu dibangun di atas lima perkara, yaitu: Bersaksi tiada sesembahan yang haq kecuali Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Alloh, menegakkan sholat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitulloh, dan berpuasa pada bulan Romadhon.”(HR.Bukhori dan Muslim)

Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan hadits yang agung karena menyebutkan tonggak-tonggak Islam atau yang disebut dengan Rukun Islam. Berpangkal dari kelima rukun tersebut Islam dibangun.

Macam-macam penggunaan istilah Islam

Istilah islam digunakan dalam dua bentuk, yaitu:

1. Islam ‘Am berarti berserah diri kepada Allah dengan cara bertauhid, tunduk kepada-Nya dalam bentuk ketaatan serta bersih dan benci dari syirik dan penganutnya. Islam dalam pengertian ini merupakan ke-Islam-an makhluk secara umum tak seorangpun keluar dari ketentuan ini baik suka atau-pun terpaksa. Islam seperti ini-lah Islam yang diajarkan oleh seluruh rasul.

2. Islam Khos berarti Islam yang dibawa oleh Muhammad shallallaahu álaihi wa sallam, yaitu: mencakup Islam dengan makna ‘am yang sesuai dengan tuntunan Muhammad shallallaahu álaihi wa sallam. Jika istilah Islam datang secara mutlaq maka maksudnya adalah Islam khos.

Syahadatain
Syahadat tidaklah sah sehingga terkumpul padanya tiga hal: keyakinan hati, ucapan lisan dan menyampaikan kepada orang lain. Dalam kondisi tertentu terkadang diperbolehkan untuk tidak menyampaikan kepada orang lain. Makna syahadat “la ilaha illa’llahu” adalah menafikan hak disembah pada selain Allah dan menetapkan hanya Allah-lah yang berhak untuk disembah. Konsekuensinya harus mentauhidkan Allah dalam ibadah, oleh karena itu kalimat tersebut dinamakan sebagai kalimat tauhid.

Makna syahadat “Muhammad Rasulullah” adalah meyakini dan menyatakan bahwa Muhammad bin Abdillah adalah benar-benar utusan Allah yang mendapatkan wahyu berupa Kalamullah untuk disampaikan kepada manusia seluruhnya. Dan dia adalah penutup para Rasul. Konsekuensi dari syahadat ini yaitu membenarkan beritanya, mentaati perintahnya, menjauhi larangannya dan beribadah kepada Allah hanya dengan syar’iatnya .

Utusan Allah dari kalangan manusia mendapatkan wahyu melalui utusan Allah dari kalangan malaikat maka tidak-lah mereka langsung mendapatkan dari Allah kecuali pada sebagian, sesuai dengan kehendak Allah.

Hukum meninggalkan rukun Islam.
Hukum meninggalkan Rukun Islam dapat diperinci sebagai berikut:

1. Meninggalkan syahadatain hukumnya kafir secara ijma’.

2. Meninggalkan shalat hukumnya kafir menurut jumhur ulama atau ijma’ sahabat.

3. Meninggalkan rukun yang lainnya hukumnya tidak kafir menurut jumhur ulama.

Meninggalkan disini dalam arti tidak mengerjakan dengan meyakini kebenarannya dan kewajibannya, adapun jika tidak meyakini kebenarannya dan kewajibannya maka hukumnya kafir walaupun mengerjakannnya.

Pembagian Rukun Islam
Rukun islam terbagi menjadi empat kelompok yaitu:
1. Amal i’tiqodiyah yaitu syahadataian
2. Amal badaniyah yaitu solat dan puasa.
3. Amal maliyah yaitu Zakat.
4. Amal badaniyah dan maliyah yaitu haji.

Kamis, 01 April 2010

Ringkasan syarah Hadits Arbain an-Nawawi (2)

Hadits ke 2 ( Iman, Islam dan Ihsan )

Dari Umar rodhiyallohu’anhu juga, beliau berkata: Pada suatu hari ketika kami duduk di dekat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Pada dirinya tidak tampak bekas dari perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Kemudian ia duduk di hadapan Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, lalu mendempetkan kedua lututnya ke lutut Nabi, dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya, kemudian berkata: ”Wahai Muhammad, terangkanlah kepadaku tentang Islam.” Kemudian Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam menjawab: ”Islam yaitu: hendaklah engkau bersaksi tiada sesembahan yang haq disembah kecuali Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Alloh. Hendaklah engkau mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Romadhon, dan mengerjakan haji ke rumah Alloh jika engkau mampu mengerjakannya.” Orang itu berkata: ”Engkau benar.” Kami menjadi heran, karena dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkannya. Orang itu bertanya lagi: ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang iman”. (Rosululloh) menjawab: ”Hendaklah engkau beriman kepada Alloh, beriman kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari akhir, dan hendaklah engkau beriman kepada taqdir yang baik dan yang buruk.”Orang tadi berkata: ”Engkau benar.” Lalu orang itu bertanya lagi: ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang ihsan.” (Beliau) menjawab: “Hendaklah engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau.” Orang itu berkata lagi: ”Beritahukanlah kepadaku tentang hari kiamat.” (Beliau) mejawab: “Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya.” Orang itu selanjutnya berkata: ”Beritahukanlah kepadaku tanda-tandanya.” (Beliau) menjawab: ”Apabila budak melahirkan tuannya, dan engkau melihat orang-orang Badui yang bertelanjang kaki, yang miskin lagi penggembala domba berlomba-lomba dalam mendirikan bangunan.” Kemudian orang itu pergi, sedangkan aku tetap tinggal beberapa saat lamanya. Lalu Nabi shollallohu ’alaihi wasallam bersabda: ”Wahai Umar, tahukah engkau siapa orang yang bertanya itu ?”. Aku menjawab: ”Alloh dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui.” Lalu beliau bersabda: ”Dia itu adalah malaikat Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.”(HR. Muslim).

Kedudukan Hadits
Materi hadits ke-2 ini sangat penting sehingga sebagian ulama menyebutnya sebagai “Induk sunnah”, karena seluruh sunnah berpulang kepada hadits ini.

Islam, Iman, dan Ihsan
Dienul Islam mencakup tiga hal, yaitu: Islam, Iman dan Ihsan. Islam berbicara masalah lahir, iman berbicara masalah batin, dan ihsan mencakup keduanya.
Ihsan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari iman, dan iman memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Islam. Tidaklah ke-Islam-an dianggap sah kecuali jika terdapat padanya iman, karena konsekuensi dari syahadat mencakup lahir dan batin. Demikian juga iman tidak sah kecuali ada Islam (dalam batas yang minimal), karena iman adalah meliputi lahir dan batin.

Perhatian!
Para penuntut ilmu semestinya paham bahwa adakalanya bagian dari sebuah istilah agama adalah istilah itu sendiri, seperti contoh di atas.

Iman Bertambah dan Berkurang
Ahlussunnah menetapkan kaidah bahwa jika istilah Islam dan Iman disebutkan secara bersamaan, maka masing-masing memiliki pegerttian sendiri-sendiri, namun jika disebutkan salah satunya saja, maka mencakup yang lainnya. Iman dikatakan dapat bertambah dan berkurang, namun tidaklah dikatakan bahwa Islam bertambah dan berkurang, padahal hakikat keduanya adalah sama. Hal ini disebabkan karena adanya tujuan untuk membedakan antara Ahlussunnah dengan Murjiáh. Murjiáh mengakui bahwa Islam (amalan lahir) bisa bertambah dan berkurang, namun mereka tidak mengakui bisa bertambah dan berkurangnya iman (amalan batin). Sementara Ahlussunnah meyakini bahwa keduanya bisa bertambah dan berkurang.

Istilah Rukun Islam dan Rukun Iman
Istilah “Rukun” pada dasarnya merupakan hasil ijtihad para ulama untuk memudahkan memahami dien. Rukun berarti bagian sesuatu yang menjadi syarat terjadinya sesuatu tersebut, jika rukun tidak ada maka sesuatu tersebut tidak terjadi.Istilah rukun seperti ini bisa diterapkan untuk Rukun Iman, artinya jika salah satu dari Rukun Iman tidak ada, maka imanpun tidak ada. Adapun pada Rukun Islam maka istilah rukun ini tidak berlaku secara mutlak, artinya meskipun salah satu Rukun Islam tidak ada, masih memungkinkan Islam masih tetap ada.

Demikianlah semestinya kita memahami dien ini dengan istilah-istilah yang dibuat oleh para ulama, namun istilah-istilah tersebut tidak boleh sebagai hakim karena tetap harus merujuk kepada ketentuan dien, sehingga jika ada ketidaksesuaian antara istilah buatan ulama dengan ketentuan dien, ketentuan dien lah yang dimenangkan.

Batasan Minimal Sahnya Keimanan

1. Iman kepada Allah.
Iman kepada Allah sah jika beriman kepada Rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya, dan asma’ dan sifat-Nya.

2. Iman kepada Malaikat.
Iman kepada Malaikat sah jika beriman bahwa Allah menciptakan makhluk bernama malaikat sebagai hamba yang senantiasa taat dan diantara mereka ada yang diperintah untuk mengantar wahyu.

3. Iman kepada Kitab-kitab.
Iman kepada kitab-kitab sah jika beriman bahwa Allah telah menurunkan kitab yang merupakan kalam-Nya kepada sebagian hambanya yang berkedudukan sebagai rasul. Diantara kitab Allah adalah Al-Qurán.

4. Iman kepada Para Rasul.
Iman kepada para rasul sah jika beriman bahwa Allah mengutus kepada manusia sebagian hambanya mereka mendapatkan wahyu untuk disampaikan kepada manusia, dan pengutusan rasul telah ditutup dengan diutusnya Muhammad shallallaahu álaihi wa sallam.

5. Iman kepada Hari Akhir.
Iman kepada Hari Akhir sah jika beriman bahwa Allah membuat sebuah masa sebagai tempat untuk menghisab manusia, mereka dibangkitkan dari kubur dan dikembalikan kepada-Nya untuk mendapatkan balasan kebaikan atas kebaikannya dan balasan kejelekan atas kejelekannya, yang baik (mukmin) masuk surga dan yang buruk (kafir) masuk neraka. Ini terjadi di hari akhir tersebut.

6. Iman kepada Taqdir.
Iman kepada taqdir sah jika beriman bahwa Allah telah mengilmui segala sesuatu sebelum terjadinya kemudian Dia menentukan dengan kehendaknya semua yang akan terjadi setelah itu Allah menciptakan segala sesuatu yang telah ditentukan sebelumnya.

Demikianlah syarat keimanan yang sah, sehingga dengan itu semua seorang berhak untuk dikatakan mukmin. Adapun selebihnya maka tingkat keimanan seseorang berbeda-beda sesuai dengan banyak dan sedikitnya kewajiban yang dia tunaikan terkait dengan hatinya, lesannya, dan anggota badannya.

Taqdir Buruk
Buruknya taqdir ditinjau dari sisi makhluk. Adapun ditinjau dari pencipta taqdir, maka semuanya baik.

Makna Ihsan
Sebuah amal dikatakan hasan cukup jika diniati ikhlas karena Allah, adapun selebihnya adalah kesempurnaan ihsan. Kesempurnaan ihsan meliputi 2 keadaan:

1. Maqom Muraqobah yaitu senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan oleh Allah dalam setiap aktifitasnya, kedudukan yang lebih tinggi lagi.

2. Maqom Musyahadah yaitu senantiasa memperhatikan sifat-sifat Allah dan mengaitkan seluruh aktifitasnya dengan sifat-sifat tersebut.


Selasa, 30 Maret 2010

Khutbah Jumat : Ajaran Islam tentang Pendidikan dalam Keluarga

oleh : Drs. H. Mukhlis

Hadirin Rohimakumulloh,


Ditempat yang suci dan penuh berkah ini, marilah kita senantiasa mempertahankan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas iman dan taqwa kita kepada Alloh SWT. Dalam arti yang sebenar-benarnya, yaitu dengan cara melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Alloh dan Rosulnya sekaligus juga kita barengi dengan menjahui segala larangan-larangannya. Karena hanya dengan peningkatan iman dan taqwa yang selalu terpatri didalam hati sanubari kita, kita akan dapat mendapatkan suatu kebahagiaan yang haqiqi di dunia yang fana ini sampai di akhirat nanti.


Hadirin Rahimakumulloh,


Berbicara mengenai ajaran islam tentang pendidikan dalam keluarga marilah kita memperhatikan firman Alloh dalam Surat Al-Mujadilah : 11




Artinya : Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.( Q.S. Al- Mujadilah : 11 )

Dari ayat di atas dapat kita ambil suatu kesimpulan bahwa :

  1. Alloh akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman, tentu bukan hanya iman dalam hati, tetapi iman yang diwujudkan dalam bentuk amal sholeh yang nyata. Sebab dalam Al-Qur’an sendiri, iman dan amal sholeh adalah merupakan ayat muqoronah atau ayat yang senantiasa disebutkan secara bersamaan. Artinya seakan-akan bahwa iman tidak sah bila tanpa ada amal sholeh. Sebaliknya bahwa amal sholeh tanpa iman juga tidak sah. Dalam arti, ada orang berbuat baik tetapi bukan orang mukmin maka nanti perbuatan baiknya itu tidak akan diterima disisi Alloh SWT dan bagaikan debu yang ditebarkan kedalam tanah (Haba’an Mantsura).
  2. Alloh Akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu.Sebagaimana kita maklumi bersama, bahwa betapa banyak orang-orang alim atau para ulama’ walaupun mereka telah lama meninggal dunia tetap kita hormati. Semisal: Imam Jalaluddin, Pengarang Kitab Al-Jalalain. Al-Ghazali, Pengarang Kitab Ihya’ Ulumuddin. Imam Nawawi, Pengarang Kitab Minhaj al-Abidin. Dan Lain sebagainya. Bahkan Para Wali Songo, meskipun telah lama mereka meninggal dunia tetapi namanya tetap harum , tetap dihormati dan dikenang bahkan banyak pula yang datang berziarah ke makamnya untuk memanjatkan do’a kepada Alloh SWT dan mengambil berkah darinya.

Dari 2 kesimpulan diatas dapat kita ambil suatu hikmah atau pelajaran bahwa betapa pentingnya ajaran islam tentang Ilmu.

Berbicara masalah ilmu maka kita harus berbicara masalah pendidikan. Pendidikan yang pertama dan utama yang akan diterima oleh anak adalah pendidikan keluarga.


Hadirin Rohimakumulloh,

Lebih khusus lagi tentang pentingnya pendidikan islam didalam keluarga Alloh SWT telah berfirman dalam Surat At-Tahrim ayat 6:





artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(Q.S. At-Tahrim : 6)


Dari ayat diatas dapat kita ambil suatu pelajaran bahwa kita harus mendidik diri kita dan terlebih dahulu agar jangan sampai terjerumus dalam siksaan api neraka sebelum kita memelihara/mendidik keluarga kita . Hal ini menuntut adanya uswah atau suri tauladan dalam keluarga. Kalau kita memerintahkan sholat kepada anak kita maka selayaknya telah melasanakan sholat, kalau kita memerintahkan puasa kepada anak kita maka hendaknyalah kita telah berpuasa. Kalau kita memerintahkan zakat kepada anak kita maka hendaknyalah kita telah menunaikan zakat. Bahkan kalau perlu kita ajak anak-anak kita, durriyah kita bersama-sama kita untuk melaksankan ajaran islam secara bersama-sama. Agar izzul islam wal Muslimin, kemulyaan, kedigdayaan islam dan para pemeluknya dapat segera terwujud.


Hadirin Rohimakumulloh,


Didalam suatu kesempatan Rosululloh SAW juga pernah menerangkan betapa pentingnya pendidikan dalam keluarga itu, beliau bersabda :


Setiap anak dilahirkan dalam kadaan suci. Maka orang tuanyalah yang akan menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.

Dari arti Hadits diatas dapat kita ambil suatu pelajaran bahwa sebenarnya setiap anak yang lahir itu adalah Suci/ bersih tiada noda dan dosa, bagaikan kertas putih tanpa coretan tinta sedikitpun. Maka orang tuanyalah yang akan menyebabkab anak itu menjadi Muslim, sesuai fitrohnya, atau menjadi Yahudi, Nasrani, Majusi sesuai dengan lingkungan keluarga yang pertama dan utama didalam mempengaruhi kejiwaan dan agama anak tersebut.

Disinilah peranan kita sebagai orang tua muslim yang wajib mengembangkan anak-anak kita sesuai dengan fitrah islamnya, mencipatakan keluarga yang harmonis atau sakinah mawaddah wa rohmah di dalam bahasa agamanya agar anak-anak kita “betah tinggal dirumah” dan tidak terkontaminasi dengan hiruk pikuk lingkungan masyarakat yang terkadang sangat mempengaruhi terhadap sikap, tingkah laku bahkan keimanannya.

Dari uraian diatas dapat kita ambil kesimpulan :

  1. Bahwa Alloh akanmengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu.
  2. Kita hendaknya memberikan contoh yang baik terhadap anak-anak kita sebelum kita memerintahkan anak-anak untuk berbuat baik.
  3. Bahwa peranan orang tua sangatlah penting didalam memberikan nilai-nilai keimanan kepada anak-anak mereka.

Demikianlah khutbah singkat yang dapat saya sampaikan mudah-mudahan Alloh SWT senantiasa memberikan rahmat taufiq dan hidayahNya kepada kita, member kekuatan kepada kita untuk senantiasa dapat menjadi contoh yang baik bagi keluarga kita. Amin ya rabbal alamin.